Sabtu, 17 Februari 2018

HUBUNGAN INTENASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
HUBUNGAN INTENASIONAL
&
PERJANJIAN  INTERNASIONAL

OLEH

KELOMPOK V
Þ   AHMAD AMRULLAH
Þ   ANNISA LAILA RINANDA
Þ   DEVINA NOOR LATIFAH
Þ   M. NORFATHA
Þ   RAHMAWATI
Þ   SYARIFAH MAULIDYA

XI IPA 1

MAN BARITO UTARA
2017


Kata pengantar
       Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah S.W.T. karena berkat rahmat taufik dan hidayah nya jualah kami dapat dengan sukses menyelesaikan makalah ini .
          Tugas pembuatan makalah ini kami selesaikan dengan mengemban tugas sebagai seorang palajar sebagai prosoes dari pembelajaran . palaksanaan ini kami rangkum dalam kerja sama tim yang telah di tentukan sebelumnya pembagian
          Terima kasih juga kami ucapkan kepada guru pembimbing kami yang memberikan ilmu nya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
          Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat membantu untuk kedepanya dalam proses pembelajaran
                                                                  
Muara Teweh, 27 Januari 2017



Kelompok 5

XI IPA 1

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pengertian Perjanjian Internasional  adalah sebuah perjanjian atau kesepakatan oleh beberapa negara atau organisasi internasional yang dibuat dibawah hukum internasional. Di indonesia sendiri pengertian perjanjian internasional bervariasi seperti perjanjian internasional yang ada berada pada pemahaman indonesia yaitu perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang bersifat lintas batas negara atau transnasional. Sedangkan pengertian perjanjian internasional menurut bahasa adalah hubungan kerja sama antara pihak satu dengan pihak lainnya. Jadi jika disimpulkan pengertian perjanjian internasional adalah suatu hubungan yang dilakukan terhadap beberapa negara atau lebih
Perjanjian internasional dalam hukum intemasional di era negara modem menempati kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum. Sumber hukum yang berlaku pada masa lalu seperti hukum kodrat dan pendapat para penulis telah tergeser oleh perjanjian internasional. Mengingat pentingnya perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional pada abad ini maka berikut ini akan diuraikan perjanjian internasional dilihat drai pengetian, penggolongan, cara pembuatan, dan isi serta ratifikasi di Indonesia.

Rumusan masalah
1.      Apa yang di maksud dengan Hubungan Internasional?
2.      Apa saja Perjanjian internasional?

Tujuan
1.        Mengetahui apa itu hubungan Internasional
2.        Mengetahui apa saja Perjanjian Internasional

BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN INTENASIONAL
&
 PERJANJIAN INTERNASIONAL
A.  HUBUNGAN INTENASIONAL

I.       PENGERTIAN  HUBUNGAN INTERNASIONAL
J.      
¨     Pengertian Hubungan Internasional Secara Umum
Arti hubungan internasional secara umum adalah kerjasama antar negara, yaitu unit politik yang didefinisikan  secara global untuk menyelesaikan berbagai masalah. Menurut UU No. 37 Tahun 1999, hubungan internasional adalah kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, LSM atau Warga Negara
Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang di lakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut.
Hubungan internasional merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan terhadap negara lain. Dengan adanya hubungan internasional maka suatu negara dapat memenuhi kebutuhan negara dan warga negaranya yang belum bisa di sediakan oleh negara tersebut. 
Hubungan internasional adalah hubungan antarnegara atau antarindividu dari negara yang berbeda dalam bidang tertentu untuk kepentingan kedua belah pihak. Setiap negara tentunya tidak dapat terlepas dari hubungan internasional. Hal ini karena setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga hubungan internasional melengkapi itu.
Hubungan internasional tidak hanya terjadi karena ingin bekerjasama. Persahabatan, persengketaan, permusuhan, ataupun peperangan juga termasuk hubungan internasional. Hubungan internasional bisa antar individu, antar kelompok, maupun antar negara di negara yang berbeda. Menurut Sam Suhaedi, hubungan antar internasional juga terdapat hukum internasional yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
Hubungan internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan ini bisa berupa interaksi antarindividu (misalnya turis, mahasiswa, dan pekerja asing); antarkelompok (misalnya lembaga-lembaga sosial, dan perdagangan); atau hubungan antarnegara (misalnya negara-negara yang menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, atau negara-negara yang membentuk organisasi internasional seperti Sejarah PBB atau ASEAN). Hubungan Internasional (hubungan antarbangsa) sendiri terjadi karena dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa semua negara tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan akan selalu membutuhkan negara lain.

¨     Pengertian Hubungan Internasional Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa pengertian hubungan internasional menurut para ahli:                                               
1.        Menurut J.C. Johari, hubungan internasional merupakan sebuah studi tentang interaksi yang berlangsung diantara negara-negara berdaulat disamping itu juga studi tentang pelaku-pelaku non negara (non states actors) yang perilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas negara.
2.        Menurut Mohtar Mas’oed, hubungan internasional adalah hubungan yang melibatkan bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga diperlukan mekanisme yang kompleks dan melibatkan banyak negara.
3.        Menurut Tygve Nathlessen, hubungan internasional adalah bagian dari ilmu politik, oleh karena itu komponen hubungan internasional sendiri tak lepas dari politik internasional, organisasi dan administrasi internasional serta hukum internasional.
4.        Menurut Warsito Sunaryo, hubungan internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.

Hubungan internasional dan kerjasama yang dilakukan antar negara dapat terjalin dengan mulus jika masing-masing pihak dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip berikut,yaitu:
  1. Hubungan dan kerjasama internasional hendaknya saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
  2. Masing-masing pihak yang melakukan hubungan internasional tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain
  3. Hubungan internasional ditujukan untuk kepentingan negara dan demi kesejahteraan rakyat.
  4. Dilandasi oleh politik luar negeri yang bebas dan aktif.
  5. Saling menjunjung persamaan derajat dan menghargai antarbangsa yang dilandasi oleh prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
¨      Arti Penting Hubungan Internasional
Hubungan internasional dianggap penting dalam rangka untuk menumbuhkan saling pengertian antarbangsa, mempererat hubungan persahabatan dan persaudaraan antarbangsa, saling mencukupi kebutuhan masing-masing bangsa yang bekerja sama, memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan, dan membina dan menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia. Suatu negara yang tidak mau mengadakan hubungan internasional dengan negara lain akan terkucilkan dalam pergaulan dunia. Akibatnya, negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

II.               FAKTOR PENUNJANG  HUBUNGAN  INTERNASIONAL
Ada beberapa faktor pendorong terjadinya hubungan internasional, yaitu sebagai berikut.

(a). Faktor kodrat Manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan kerjasama antarsesama.

(b). Faktor wilayah yang saling berjauhan mengakibatkan timbulnya kerja sama regional dan internasional.

(c). Faktor pertumbuhan bangsa dan negara itu sendiri.

(d). Faktor kepentingan nasional yang tidak selamanya dapat dipenuhi di dalam negeri sendiri.

(e). Faktor tanggung jawab sebagai warga dunia untuk mewujudkan kehidupan dunia yang tertib, adil, dan merata.

III.              POLA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Secara garis besar, pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pola penjajahan, ketergantungan, serta pola hubungan sama derajat antarbangsa.

1.                  Pola  Hubungan Penjajahan 
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan 
kolonialisme.

2.                  Pola  Hubungan Ketergantungan 
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.

3.                  Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.

IV.    ASAS-ASAS HUBUNGAN INTERNASIONAL 

Pada pelaksanaannya, suatu hubungan internasional akan berjalan dengan baik jika negara-negara yang melakukan hubungan selalu berpedoman pada asas-asas yang dipatuhi bersama. Asas-asas tersebut antara lain:
1.      Asas Teritorial
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
2.      Asas Kebangsaan
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.
3.      AsasKepentinganUmum
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.

V.      SARANA-SARANA HUBUNGAN INTERNASIONAL

Suatu hubungan internasional antar negara dapat berlangsung dengan baik jika melalui pedoman-pedoman dan tatacara tertentu yang disepakati bersama baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
1.    Diplomasi
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilandiplomatik.
Kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
2.    Negosiasi
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
3.    Lobby
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.
VI.    TUJUAN DARI HUBUNGAN INTERNASIONAL ANTARA LAIN :

1.    Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara.
2.    Menciptakan saling pengertian antar bangsa
3.    Menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya
VII.HUBUNGAN INTERNASIONAL DAPAT DI LAKSANAKAN MELALUI BEBERAPA SARANA, yaitu :
1.Diplomacy
2. Sanksi
3. Perang
4. Obilasasi internasional untuk mempermalukan suatu negara
5. Sanksi ekonomi

B.                        PERJANJIAN INTERNASIONAL
I.                  PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
Berikut ini adalah beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
¨      Prof Dr.Mochtar Kusumaatmadja 
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu
¨      Oppenheimer-Lauterpacht 
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya
¨      G. Schwarzenberger 
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional
¨      Konferensi Wina ((1969)) 
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu
¨      Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional 
Perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersangkutan
Jadi, perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan mengakibatkan hukum tertentu. Perjanjian internasional sekaligus menjadi subjek hukum internasional. Perjanjian internasional juga lebih menjamin kepastian hukum serta mengatur masalah-masalah bersama yang penting. Disebut perjanjian internasional jika perjanjian diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.
Perjanjian internasional (traktat = treaty) adalah suatu persetujuan (agreement) antara dua negara atau lebih yang dinyatakan secara formal tentang ketentuan dan syarat-syarat yang menetapkan hak dan kewaj ibar_ timbal balik masing-masing pihak yang turut serta dalam perjanjian itu. Perjanjian internasional biasanva dilakukan dengan suatu dokumen tertulis.yang dilakukan antar subyek hukum internasional. Suatu perjanjian internasional sangat berarti dalam hukum internasional khususnya dalam hubungan antar negara baik dalam situasi damai maupun perang..
Pengertian perjanjian internasional menurut definisi Mochtar Kusumaatmadja yang mengatakan pendapatnya tentang pengertian perjanjian internasional yaitu perjanjian antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat tertentu. Pengertian perjanjian internasional menurut definisi Oppen-Helmer Lauterpact yang menyatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu perjanjian antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya. Pengertian perjanjian internasional menurut definisi G. Schwarzenberger mengatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Pengertian perjanjian internasional menurut Mahkamah Internasional Pasal 38 Ayat 1 yang berbunyi adalah perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun secara khusus, yang dimana mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersangkutan. Pengertian perjanjian internasional menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang berbunyi bahwa pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis dengan menimbulkan hak dan kewajiban dibidang hukum politik. Pengertian perjanjian internasional menurut definisi oleh Pendapat Accademy of Sciences of USSR yang mengatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dinyatakan secara formal antara dua atau lebih negara-negara dalam pemantapan, perubahan dan pembatasan hak-hak kewajiban mereka secara timbal balik.
Sejak awal abad ke-20, perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional menjadi semakin.pentingkedudukannya dalam hukum internasional. Pada saat ini sebagian besar hukum internasional lahir melalui perjanjian yang dibuat antar negara. Perkembangan ini adalah suatu hal yang wajar karena hubungan persahabatan ataupun kerja sama akan lebih mempunyai kekuatan dan kepastian hukum apabila dijalani melalui suatu perjanjian atau persetujuan. Pentingnya perjanjian internasional dalam hukum internasional dapat terungkap dalam Piagam Mahkamah Internasional yang menempatkan perjanjian internasional pada urutan pertama pasal 38 ayat (1) dalam menyelesaikan konflik. Piagam ini menegaskan bahwa bagi Mahkamah yang tugasnya memberi keputusan sesuai denganhukum internasional maka setiap perselisihan yang diajukan padanya akan berlaku:
Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
Namun demikian, perjanjian intemasional sebagai salah satu somber hukum internasional barn dapat berfungsi apabila dihormati dan ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tanpa adanya kemauan atau itikad baik dari pihak-pihak yang bersangkutan maka perjanjian yang dibuat tidaklah berarti. Disinilah pentingnya asas hukum internasional yang dinamakan pacta sunt servanda, yang berarti bahwa setiap perjanjian atau persetujuan antar negara harus dihormati. Menurut Anzilotti, seorang sarjana hukum Italia yang pernah menjabat sebagai hakim Mahkamah Intemasional Permanen, kekuatan hukum intemasional terletak pada asas yang fundamentil ini.
Pentingnya keberadaan perjanjian internasional dalam hubungan intemasional menimbulkan banyaknya pemikiran dan gagasan bagi para penulis dan sarjana hukum internasional. Pada umumnya para penulis memberikan pembahasan khusus dan merumuskan pengertian perjanjian internasional sesuai dengan persepsinya masing-masing
                                                               
II.               ISTILAH DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL
Berbagai istilah dalam perjanjian internasional didasarkan pada tingkat pentingnya perjanjian internasional tersebut serta keharusan untuk mendapatkan suatu ratifikasi dari setiap kepala negara yang mengadakan perjanjian. Perjanjian Internasional memiliki tahapan dalam pembuatannya. Dalam Perjanjian Internasional dikenal berbagai istilah-istilah yang sering dugunakan. Istilah-istilah dalam perjanjian internasional adalah sebagai berikut:

a.  Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dan dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan bidang ekonomi.
b.  Konvensi (convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusandengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy). Persetujuan ini hams dilegalisasi oleh wakil­wakil yang berkuasa penuh (plaenipotentiones).
c.    Protokol (protocol), yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara, mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-klausal tertentu.
d.   Persetujuan (agreement), yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
e.   Proses verbal, yaitu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic atau catatan-catatan suatu permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
f.   Piagam (statute); yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional. Piagam itu dapat digunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu konvensi seperti piagam kebebasan transit.
g.    Deklarasi (declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan suatu judul dan batang tubuh ketentuan traktat dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi sebagai persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting. h.   Modus vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang lebih permanent, terinci dan sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi
i.    Pertukaran nota (exchange notes), yaitu metode yang tidak resmi tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya pertukaran nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut mereka.
j.   Ketentuan penutup (final act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang serta Inasalah yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
k.  Ketentuan Umum (general act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi. Misalnya, LBB (Liga Bangsa Bangsa) menggunakan ketentuan umum mengenai arbritasi untuk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional tahun 1928.
l.    Charter yaitu istilah yang dapat dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrant.. Misal Atlantic Chaner
m.  Pakta (pact) yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus (Pakta Wartawa). Pakta membutuhkan ratifikasi.
n.    Covenant yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa Bangsa)
o.     Agreed minutes, yaitu risalah yang disepakati
p.     Summary record, yaitu catatan singkat, ikhtisar.
q.     Letter of intens yaitu nota kesepakatan.

Pada umumnya bentuk perjanjian internasional menunjukkan bahwa materi yang diatur oleh suatu perjanjian mewakili bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya. Perbedaan istilah tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian sebagaimana tertuang di dalam suatu peijanjian internasional. Penggunaan suatu bentuk tertentu bagi perjanjian internasional, pada dasar yang menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak politiknya bagi para pihak tersebut.

Perjanjian internasional memiliki beberapa jenis-jenis atau macam-macam perjanjian internasional yang perlu teman-teman ketahui dimana sebelumnya telah dibahas Pengertian Perjanjian Internasional. Mengulang pembahasan secara singkat mengenai pengertian perjanjian internasional secara umum, dimana ada banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian internasional, sehingga pembahasan ini kami akan mengulang saja pengertian perjanjian internasional secara umum sebelum masuk ke macam-macam perjanjian internasional dan contohnya.Pengertian Perjanjian Internasional Secara Umum - Secara umum, Pengertian perjanjian internasional adalah suatu perjanjian atau kesepakatan yang dibuat berdasarkan hukum internasional dengan beberapa pihak yang berupa negara atau hukum internasional. 

Macam-Macam Perjanjian Internasional dan Contohnya Secara umum , ialah macam-macam perjanjian internasional berdasarkan jumlah peserta, berdasarkan sifat dan fungsinya, berdasarkan isinya, berdasarkan proses tahapan dan prosesi tahapan pembentukannya, berdasarkan subjeknya.
Pembahasan macam-macam perjanjian internasional adalah sebagai berikut.... 

1. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Jumlah Peserta
  • Perjanjian Bilateral : Pengertian perjanjian bilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak subjek hukum internasional (negara, takhta suci, kelompok pembebasan, dan organisasi internasional). Contohnya perjanjian bilateral : Perjanjian bilateral di indonesia dan india di bidang pertahanan dan ekonomi pada tahun 2011, perjanjian bilateral indonesia dan vietnam dibidang kebudayaan dan hukum pada tahun 2011. 
  • Perjanjian Multilateral : Pengertian perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari dua pihak. Contoh perjanjian multilateral : Konvensi wina 1969 yang dilakukan oleh dua negara atau lebih untuk mengadakan akibat-akibat tertentu, 
2. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Sifatnya atau Fungsinya
  • Treaty Contract : Pengertian treaty contract adalah perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang melakukan atau mengadakan perjanjian. Contohnya perjanjian treaty contract :  
  • Law Making Treaty : Pengertian law making treaty adalah perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar ketentuan atau kaidah hukum internasional. Contohnya perjanjian law making treaty : Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan bagi korban perang, konvensi wina (1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi tentang hukum laut tahun 1958. 
3. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Isinya
  • Politik : Perjanjian internasional dalam segi politik adalah perjanjian yang mengenai politik. Contohnya : Pakta pertahanan dan perdamaian seperti  NATO, ANZUS, dan SEATO. 
  • Ekonomi : Perjanjian internasional dalam segi ekonomi adalah perjanjian mengenai ekonomi. Contohnya : Bantuan perekonomian dan perdagangan 
  • Hukum : Perjanjian internasional dalam segi hukum adalah perjanjian yang mengenai hukum. Contohnya : Status kewarganegaraan
  • Kesehatan : Perjanjian internasional dalam segi kesehatan adalah perjanjian yang mengenai kesehatan. Contohnya : Karantina dan penanggulangan pada wabah penyakit
4. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Prosesi Tahapan Pembentukannya 
  • Perjanjian Bersifat Penting : perjanjian bersifat penting adalah perjanjian yang dibuat dengan melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. 
  • Perjanjian Bersifat Sederhana : perjanjian bersifat sederhana adalah perjanjian yang dibuat dengan melalui dua tahap yaitu : perundingan dan penandatanganan. 
5. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Subjeknya 
  • Perjanjian antar banyak Negara yang merupakan sumber subjek hukum internasional. 
  • Perjanjian antar negara dan subjek hukum lainnya. Contohnya : organisasi internasional tahta suci (vatikan) dengan organisasi MEE. 
  • Perjanjian antar sesama subjek hukum internasional selain dari negara yaitu perjanjian yang dilakukan antar organisasi-organisasi internasional lainnya. Contohnya : ASIAN dan MEE
III.           PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melakukan tahap-tahap pembuatan perjanjian. Tahap-tahap tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu mulai dari perundingan antarnegara yang berkepentingan, penandatanganan MOU, agreement, atau pun treaty yang mengikat negara-negara yang membuat perjanjian, mensahkan perjanjian tersebut melalui ratifikasi yang melibatkan dewan perwakilan atau parlemen. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyebutkan tiga tahap dalam melakukan perjanjian internasional, yaitu
1.      Perundingan (Negotiation)
Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power). Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.
2.      Penandatanganan (Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwakilan rakyat di negara-negara yang menandatangani perjanjian.
3.      Pengesahan (Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


IV. TAHAPAN PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

Tahapan pembuatan perjanjian internasional, praktiknya di Indonesia yakni sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yakni:

1.                  Tahap Penjajakan
“Penjajakan : merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenal kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional”[2].
Menurut Malahayati[3]:
“Pada tahap ini para pihak yang ingin membuat perjanjian menjajaki kemungkinan-kemungkinan untuk dibuatnya perjanjian internasional. Penjajakan dapat dilakukan melalui inisiatif instansi atau lembaga pemerintahan (Negara) di Indonesia ataupun inisiatif dari calon mitra. Penjajakan bertujuan untuk bertukar pikiran tentang berbagai masalah yang akan di tuangkan dalam perjanjian dimaksud”.
2.                  Tahap Perundingan
“Perundingan : merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional”[4].
Tahap perundingan merupakan suatu upaya yang ditempuh oleh para pihak untuk mencapai kesepakatan atas materi yang masih belum dapat disetujui dalam tahap penjajakan. Tahap ini juga berfungsi sebagai wahana memperjelas pemahaman setiap pihak tentang ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian internasional.
“Setelah para pihak mendapatkan persetujuan untuk mengadakan perundingan, maka masing-masing pihak akan menunjuk organ-organ yang berwenang untuk menghadiri perundingan tersebut. Jika kepala negara yidak dapat menghadiri perundingan, maka akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri, atau wakil diplomatiknya, dan apabila tidak maka akan ditunjuk wakil-wakil berkuasa penuh yang mendapat surat kuasa untuk mengadakan perundingan menandatangani atau menyetujui teks perjanjian dalam konteks tersebut (Pasal 7 ayat (1) dan (2) Konvensi Wina 1969). Pada tahap perundingan ini beberapa draft atau rancangan perjanjian ditawarkan dan dibahas, sehingga muncul usul, amandemen, pro maupun kontra”[5].

3.                  Tahap Perumusan Naskah
“Perumusan naskah : merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional”[6].
“Rumusan naskah adalah hasil kesepakatan dalam perundingan oleh para pihak atas materi perjanjian internasional. Pada tahap ini diberikan tanda paraf terhadap materi yang telah disetujui, dan dihasilkan juga Agreed Minutes, atau Minutes of Meeting, atauRecords of Discussion, atau Summary Records yang berisi hal-hal yang sudah disepakati, belum disepakati, serta agenda perundingan berikutnya. Apabila suatu perjanjian merupakan perjanjian bilateral dari dua negara yang mempunyai bahasa yang sama, hal ini tidak akan menimbulkan kesulitan. Masing-masing pihak pada perjanjian tersebut membuat naskah atas kertasnya sendiri  dengan mendahulukan nama negaranya setiap nama negara para pihak muncul. Begitu juga dengan letak tanda tangan, disebelah kiri ataupun dibagian atas secara berurutan. Sebuah naskah perjanjian juga biasanya terdiri dari unsur-unsur formil yaitu mukaddimah, batang tubuh, klausula penutup, dan annex”[7].

4.                  Tahap Penerimaan
“Penerimaan : merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional”[8].

Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) dalam suatu perjanjian bilateral ataupun multilateral dengan anggota yang masih terbatas, akan lebih mudah dilakukan dengan suara bulat Kesaksian naskah perjanjian (authentification of the text) adalah suatu perbuatan dalam proses pembuatan perjanjian yang mengakhiri secara pasti naskah yang telah dibuat. Bila suatu naskah sudah disahkan, maka ini tidak boleh diubah lagi. Menurut Pasal 10 Konvensi Wina, pengesahan naskah suatu perjanjian dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam perjanjian naskah itu sendiri, atau sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak. Dapat juga dilakukan dengan membubuhi tanda tangan atau paraf dibawah naskah perjanjian atau tanda tangan dalam suatu final act. Penerimaan naskah berbeda dengan persaksian naskah[9].

5.                  Tahap Penandatanganan
“Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai Negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification/ accession/ acceptance/approval”.
Namun penandatanganan tidak selalu berarti pemberlakuan perjanjian internasional. Pemberlakuan tergantung dari klausula pemberlakuan yang telah disepakati dalam perjanjian internasional. Akibat dari penandatanganan suatu perjanjian tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian tersebut. Apabila perjanjian harus diratifikasi, maka penandatangan hanya berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimanya serta akan meneruskan kapan pemerintah yang berhak untuk menerimanya atau bahkan menolak perjanjian tersebut. Secara yuridis, apabila suatu negara yang telah menandatangani perjanjian tapi belum meratifikasinya, maka negara  tersebut belum merupakan peserta dalam perjanjian. Dalam hal ini negara tersebut berkewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan objek dan tujuan perjanjian selama negara tersebut belum meratifikasinya (Pasal 18 Konvensi Wina 1969). Penandatanganan disini hanya dapat dilakukan oleh utusan-utusan yang memiliki surat kuasa penuh. Penandatanganan ini bukan berarti otenfikasi naskah, melainkan persetujuan negara untuk diikat secara hukum. Menurut Pasal 7 ayat (2) Konvensi Wina 1969, “hanya kepala negara, kepala pemerintah dan Menteri Luar Negeri yang dapat menandatangani tanpa memerlukan surat kuasa penuh, sedangkan perwakilan lain wajib memiliki surat kuasa penuh[10].
Tahapan pembuatan perjanjian internasional juga dapat dilihat dalam skema dibawah ini.
-          Tentang Pembuatan Perjanjian Internasional Menurut UU Nomor 24 Tahun 2000
-          Penjelasan Atas Skema Pembuatan Perjanjian Internasional
-          Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
1.                       Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, Kementerian/Non Kementerian (Pusat dan menjadi Lembaga Pemrakarsa dalam suatu pembuatan Perjanjian Internasional;
2.                       Pasal 5 (1) UU Perjanjian Internasional menyatakan bahwa Lembaga Pemrakarsa diharuskan untuk melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (Ditjen HPI) dan/atau unit Regional atau Multilateral di Kementerian Luar Negeri;
3.                       Mekanisme konsultasi dan koordinasi tersebut dapat dilakukan melalui:
a.       Surat menyurat antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lain; dan
b.      Rapat inter Kementerian (interkem) antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian LuarNegeri dan instansi terkait lainnya.
4.               Surat menyurat dan rapat interkem antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lainnya akan menghasilkan Draft dan/atau Counterdraft Perjanjian Internasional dan Pedoman Delegasi Republik Indonesia. Pedoman Delegasi Republik Indonesia dapat berupa hasil-hasil keputusan rapat interkem;
5.               Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah dan penerimaan/pemarafan. Semua tahap tersebut dilakukan dengan memperhatikan mekanisme konsultasi dan koordinasi (butir 3 a dan b). pada tahapan-tahapan ini pihak Indonesia dan pihak counterpart menyusun draft dan counterdraft Perjanjian Internasional;
6.               Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft ini adalah suatu Draft final Perjanjian Internasional yang, jika diperlukan, diparaf oleh para pihak sebelum ditanda tangani;

a.       Seseorang yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional memerlukan Surat Kuasa (Full Powers) (Pasal 7 ayat 1);
Apabila didalam “Rules of Procedrure” dalam suatu perundingan Multilateral mensyaratkan adanya Surat Kepercayaan (Credentials) (Pasal 7 ayat 3) bagi delegasi yang menghindari perundingan tersebut, maka Kemernterian/Instansi Pemrakarsa/Delegasi Republik Indonesia mengajukan permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menerbitkan Surat Kepercayaan dengan melampirkan nama, jabatan, Instansi dan kedudukan pejabat dalam susunan Delegasi Republik Indonesia tersebut dalam versi Bahasa Indonesia dan versi Bahasa Inggris. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa pejabat tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh Pemerintah Republik Indonesia;
b.   Penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berasa dalam ruang lingkup kewenagan suatu lembaga Negara atau lembaga pemerintah, baik Kementerian maupun Non-Kementerian dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa (Full Powers) (Pasal 7 ayat 5)

7.      Bila secara substansi (Draft final PI) telah disepakati kedua pihak dan procedural (Full Powers) dan penggunaan kertas perjanjian yang disarankan telah selesai, maka Perjanjian Internasional tersebut siap di tandatangani oleh kedua pihak;
a.       Perjanjian Internasional dapat berlaku setelah penandatanganan, atau setelah pertukaran Nota Diplomatik atau cara-cara lain yang disepakati para pihak (Pasal 15 ayat 1);
b.      Pengesahan Perjanjian Internasional oleh pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh  Perjanjian Internasional tersebut (Pasal 9 ayat 1) dan dilakukan dengan Undang-Undang atau Peraturan Presiden (Pasal 9 ayat 2);

Kelengkapan dokumen untuk Pengesahan Perjanjian Internasional (Pasal 12) adalah:
a.       Lembaga Pemrakarsa menyiapkan Salinan Naskah sebanyak 45 salinan,Terjemahan dalam Bahasa Indonesia (hanya apabila Perjanjian Internasional tersebut tidak memiliki versi dalam Bahasa Idonesia), Rancangan UU atau Rancangan Perpres tentang pengesah dan Naskah Akademis (untuk Perjanjian Internasional yang diratifikasi oleh UU) atau Naskah Penjelasan (untuk PI yang diratifikasi oleh Perpres);
b.      Lembaga Pemarakarsa mengkoordinasikan pembahasan Rancangan UU/Perpres dengan instasi terkait;
c.       Pengajuan proses Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri Luar Negeri kepada Presiden;
a.       Suatu Perjanjian Internasioanal harus disahkan degan UU bila (Pasal 11 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 10 UU Perjanjian Internasional); menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat, yang terkait beban keuangan Negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukkan UU. Pengesahan Perjanjian Internasioanal dilakukan melalui UU apabila berkenaan dengan:
·         Politik, Hankam Negara;
·         Perubahan wilayah atau Penetapan Batas Wilayah;
·         Kedaulatan dan Hak berdaulat;
·         HAM dan Linkungan Hidup;
·         Pembentukkan kaidah hukum baru;
·         Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
Pemerintah dan DPR dapat membahas RUU pengesahan Perjanjian Internasioanal tersebut dengan melalui prolegnas maupun Non-Prolegnas (sesuai dengan pengaturan  pada UU Nomor 12 Tahun 2011

b.      Pengesahan Perjanjian Internasioanal yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dilakukan dengan Perpres (Pasal 11 UU Perjanjian Internasional), antara lain: Perjanjian dibidang Iptek, Ekonomi, Teknik, Perdagangan, Kebudayaan, Pelayaran Niaga, Pengindaran Pajak Berganda, Perlindungan Penanaman Modal dan Perjanjian bersifat teknis (Penjelasan Pasal 11 ayat 1);

11.              Tindak lanjut Pengesahan dengan UU atau Perpres;
Setelah disahkan, Kementerian Luar Negeri cq. Direktorat Perjanjian Eksosbud akan melakukan Notifikasi/pemberintahuan kepada pihak counterpart (untuk perjanjian bilateral) atau menyampaikan Instrument of Ratification/ Accession kepada lembaga deposit  (untuk Perjanjian Multilateral) yang menyatakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah menyelesaikan prosedur bagi berlakunya Perjanjian Internasioanal tersebut;
12.               Sesuai Pasal 17 UU Perjanjian Internasional, naskah asli Perjanjian Internsional uang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia harus disimpan di Ruang Penyimpanan Perjanjian Internsional (TREATY ROOM) melalui Direktorat Perjanjian Ekososbud Kementerian Luar Negeri. Salinan Naskah Resmi perjanjian akan didaftarkan pada Sekjen PBB sesuai dengan Pasal 102 Piagam PBB.
C.     Perbedaan Antara Konvensi Wina 1969 dengan UU No. 24 Tahun 2000 Perjanjian Internasional
Antara Konvensi Wina 1969 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai segi. Berikut adalah perbedaan-perbedaan antara kedua aturan hukum tersebut.
1.                  Dari Segi Ketentuan Yang Tercakup di Dalamnya Secara Umum
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi wina lebih mengacu pada ketentuan teknis tentang pelaksanaan perjanjian secara umum yang dilakukan oleh negara-negara di seluruh dunia. Ketentuan tersebut hanya mengatur secara umum tentang bagaimana melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam konvensi wina tersebut, hanya ditentukan bagaimana suatu subjek hukum internasional melakukan perjanjian namun tidak dijelaskan secara lebih mendetail tentang bagaimana cara-cara pelaksanaannya. Karena cakupannya yang luas dan mengatur tentang perjanjian semua negara maka dalam Konvensi Wina tersebut kepada negara-negara yang akan meratifikasinya diberikan kebebasan untuk mengubah konvensi tersebut sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat negara tersebut selama pengubahan tersebut tidak bertentangan dengan maksud awal dari konvensi tersebut.
Dalam undang-Undang No. 24 Tahun 2000 ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalamnya lebih spesifik mengenai bagaimana cara-cara melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 mengatur berbagai hal diantaranya :\

a.                   Pembuatan perjanjian internasional
b.                  Pengesahan perjanjian internasional
c.                   Pemberlakuan perjanjian internasional
d.                  Penyimpanan perjanjian internasional
e.                   Pengakhiran perjanjian internasional
f.                   Serta ketentuan peralihan dan penutup
Semua isi dari ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam 22 Pasal yang kemudian disetujui dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid.

2.                  Dari Segi Wakil Negara Yang Melakukan Pengesahan Perjanjian.
Sesuai dengan aturan yang terdapat dalam konvensi wina pasal 7, seseorang yang dianggap mewakili negara dalam suatu perjanjian memerlukan surat kuasa yang dikeluarkan oleh negara yang bersangkutan. Surat kuasa dan surat kepercayaan tersebut muncul dari praktek negara-negara untuk memberikan kuasa kepada seseorang sebagai wakil dari negara yang mengeluarkan surat kuasa tersebut. Surat kuasa (Full Powers) berdasarkan konvensi wina adalah “A document emanating from the competent authority of a State designating a person or persons to represent the State for negotiating, adopting or authenticating the text of a treaty, for expressing the consent of the State to be bound by a treaty, or for accomplishing any other act with respect to a treaty.” Dalam konvensi ini tidak dikenal adanya surat kepercayaan (Credentials) seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000.
Sesuai dengan ketentuan pasal 7 Konvensi Wina 1969, terdapat beberapa orang yang dianggap sebagai wakil dari negara dan tidak memerlukan surat kuasa (Full Powers) untuk melakukan suatu perjanjian diantaranya adalah :
a.     Heads of State, Heads of Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of performing all acts relating to the conclusion of a treaty;
b.    Heads of diplomatic missions, for the purpose of adopting the text of a treaty between the accrediting State and the State to which they are accredited;
c.     Representatives accredited by States to an international conference or to an international organization or one of its organs, for the purpose of adopting the text of a treaty in that conference, organization or organ.  
Jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000  pasal 7 seseoarang yang mewakili pemerintah Republik Indonesia dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan surat kuasa. Dalam Undang-Undang ini, dikenal adanya surat kepercayaan yang digunakan oleh satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu perjanjian internasional memerlukan surat kepercayaan. Surat kuasa (Full Powers) yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah “surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.”Sedangkan  surat kepercayaan (Credentials) adalah “surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional.”
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) terdapat 2 pejabat negara yang tidak memerlukan surat kuasa (Full Powers) dalam melaksanakan suatu perjanjian diantaranya adalah :
a.                   Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan.
b.                  Menteri luar negeri.

3.                  Penyimpanan Perjanjian Internasional
Dalam Konvensi wina 1969 tidak dijelaskan pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan penyimpanan teks asli perjanjian, negara-negara yang melakukan perjanjian hanya diwajibkan untuk melakukan notifikasi dan meregistrasi salinan naskah resmi perjanjian internasional yang telah dibuat kepada sekretatiat organisasi internasional. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, dijelaskan secara terinci bahwa Menteri bertanggung jawab secara penuh untuk menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian internasional yang telah dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia serta menyusun daftar resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional.
Diantara perbedaan tersebut terdapat beberapa kesamaan diantara keduanya. Hal itu disebabkan Konvensi Wina 1969 merupakan induk dari semua peraturan perjanjian internasional yang ada. Di antaranya adalah :
a.          Suatu negara dinyatakan telah melakukan pengesahan terhadap perjanjian internasional apabila telah melakukan Ratifikasi, Aksesi, Penerimaan, dan Penyetujuan sesuai dengan pasal 1 huruf b UU No. 24 Tahun 2000 yang berbunyi “Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan(acceptance) dan penyetujuan (approval).” dan pasal 2 huruf b Konvensi Wina 1969 yang berbunyi ““ratification”, “acceptance”, “approval” and “accession” mean in each case the international act so named whereby a State establishes on the international plane its consent to be bound by a treaty.”
b.         Adanya suksesi terhadap suatu negara tidak mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian selama negara pengganti tetap menyetujui untuk meneruskan perjanjian tersebut. Ketentuan tentang hal tersebut terdapat pada pasal 73 Konvensi Wina 1969 yang berbunyi “The provisions of the present Convention shall not prejudge any question that may arise in regard to a treaty from a succession of States or from the international responsibility of a State or from the outbreak of hostilities between States.” dan pada pasal 20 UU No. 24 tahun 2000 yang berbunyi “Perjanjian internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi tetap berlaku selama Negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.”
V.BERLAKU DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL
Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa berikut ini.

a.       Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b.      Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c.       Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatunegara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu

Berakhirnya Perjanjian Intenasional

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasionalmengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.

a.      Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
b.      Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
c.      Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
d.      Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
e.      Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yangterdahulu.
f.       Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
g.       Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
VI.ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
Seperti halnya dalam hubungan Internasional yang terdapat beberapa asas. Dalam perjanjian Internasional juga terdapat asas- asas perjanjian Internasional. Berikut ini saya sajikan dan jelaskan asas- asas perjanjian Internasional :

a) Pacta Sunt Servanda
= Setiap perjanjian yang telah dibuat oleh pihak- pihak yang mengadakan harus ditaati.

b) Egality Rights
= Pihak yang mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.

c) Reciprocity/ Timbal balik
= Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal (baik positif maupun negatif).

d) Courtesy
=Asas saling menghormati dan saling menjaga kohormatan negara.

e) Rebus Sic Stantibus
= Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang sesuai dengan perjanjian itu.

Demikian beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian internasional. Dengan melaksanakan asas- asas di atas, perjanjian internasional yang diadakan akan berjalan dengan baik.

VII.CONTOH PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian yang dilakukan oleh negara indonesia dengan vietnam dalam jual beli beras. Pada hakekatnya perjanjian internasional merupakan kesepakatan atau persetujuan dimana subjek perjanjian internasional adalah segala hal subjek hukum internasional, khususnya negara dan organisasi internasional, objek dalam perjanjian internasional adalah segala hal yang menyangkut dengan kepentingan kehidupan masyarakat internasional yang dapat berupa bentuk tertulis dan tidak tertulis. Dalam Konfrensi Wina 1969 yang memuat pembahasan tentang perjanjian internasional dimana komisi hukum internasional memberikan gambaran tentang pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu, dengan demikian perjanjian internasional mengatur perjanjian antarnegara selaku sebagai subjek hukum internasional

A.  HUBUNGAN INTENASIONAL

I.       PENGERTIAN  HUBUNGAN INTERNASIONAL
J.      
¨     Pengertian Hubungan Internasional Secara Umum
Arti hubungan internasional secara umum adalah kerjasama antar negara, yaitu unit politik yang didefinisikan  secara global untuk menyelesaikan berbagai masalah. Menurut UU No. 37 Tahun 1999, hubungan internasional adalah kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, LSM atau Warga Negara
Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang di lakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut.
Hubungan internasional merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan terhadap negara lain. Dengan adanya hubungan internasional maka suatu negara dapat memenuhi kebutuhan negara dan warga negaranya yang belum bisa di sediakan oleh negara tersebut. 
Hubungan internasional adalah hubungan antarnegara atau antarindividu dari negara yang berbeda dalam bidang tertentu untuk kepentingan kedua belah pihak. Setiap negara tentunya tidak dapat terlepas dari hubungan internasional. Hal ini karena setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga hubungan internasional melengkapi itu.
Hubungan internasional tidak hanya terjadi karena ingin bekerjasama. Persahabatan, persengketaan, permusuhan, ataupun peperangan juga termasuk hubungan internasional. Hubungan internasional bisa antar individu, antar kelompok, maupun antar negara di negara yang berbeda. Menurut Sam Suhaedi, hubungan antar internasional juga terdapat hukum internasional yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
Hubungan internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan ini bisa berupa interaksi antarindividu (misalnya turis, mahasiswa, dan pekerja asing); antarkelompok (misalnya lembaga-lembaga sosial, dan perdagangan); atau hubungan antarnegara (misalnya negara-negara yang menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, atau negara-negara yang membentuk organisasi internasional seperti Sejarah PBB atau ASEAN). Hubungan Internasional (hubungan antarbangsa) sendiri terjadi karena dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa semua negara tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan akan selalu membutuhkan negara lain.

¨     Pengertian Hubungan Internasional Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa pengertian hubungan internasional menurut para ahli:                                               
1.        Menurut J.C. Johari, hubungan internasional merupakan sebuah studi tentang interaksi yang berlangsung diantara negara-negara berdaulat disamping itu juga studi tentang pelaku-pelaku non negara (non states actors) yang perilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas negara.
2.        Menurut Mohtar Mas’oed, hubungan internasional adalah hubungan yang melibatkan bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga diperlukan mekanisme yang kompleks dan melibatkan banyak negara.
3.        Menurut Tygve Nathlessen, hubungan internasional adalah bagian dari ilmu politik, oleh karena itu komponen hubungan internasional sendiri tak lepas dari politik internasional, organisasi dan administrasi internasional serta hukum internasional.
4.        Menurut Warsito Sunaryo, hubungan internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.

Hubungan internasional dan kerjasama yang dilakukan antar negara dapat terjalin dengan mulus jika masing-masing pihak dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip berikut,yaitu:
  1. Hubungan dan kerjasama internasional hendaknya saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
  2. Masing-masing pihak yang melakukan hubungan internasional tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain
  3. Hubungan internasional ditujukan untuk kepentingan negara dan demi kesejahteraan rakyat.
  4. Dilandasi oleh politik luar negeri yang bebas dan aktif.
  5. Saling menjunjung persamaan derajat dan menghargai antarbangsa yang dilandasi oleh prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
¨      Arti Penting Hubungan Internasional
Hubungan internasional dianggap penting dalam rangka untuk menumbuhkan saling pengertian antarbangsa, mempererat hubungan persahabatan dan persaudaraan antarbangsa, saling mencukupi kebutuhan masing-masing bangsa yang bekerja sama, memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan, dan membina dan menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia. Suatu negara yang tidak mau mengadakan hubungan internasional dengan negara lain akan terkucilkan dalam pergaulan dunia. Akibatnya, negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

II.               FAKTOR PENUNJANG  HUBUNGAN  INTERNASIONAL
Ada beberapa faktor pendorong terjadinya hubungan internasional, yaitu sebagai berikut.

(a). Faktor kodrat Manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan kerjasama antarsesama.

(b). Faktor wilayah yang saling berjauhan mengakibatkan timbulnya kerja sama regional dan internasional.

(c). Faktor pertumbuhan bangsa dan negara itu sendiri.

(d). Faktor kepentingan nasional yang tidak selamanya dapat dipenuhi di dalam negeri sendiri.

(e). Faktor tanggung jawab sebagai warga dunia untuk mewujudkan kehidupan dunia yang tertib, adil, dan merata.

III.              POLA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Secara garis besar, pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pola penjajahan, ketergantungan, serta pola hubungan sama derajat antarbangsa.

1.                  Pola  Hubungan Penjajahan 
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan 
kolonialisme.

2.                  Pola  Hubungan Ketergantungan 
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.

3.                  Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.

IV.    ASAS-ASAS HUBUNGAN INTERNASIONAL 

Pada pelaksanaannya, suatu hubungan internasional akan berjalan dengan baik jika negara-negara yang melakukan hubungan selalu berpedoman pada asas-asas yang dipatuhi bersama. Asas-asas tersebut antara lain:
1.      Asas Teritorial
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
2.      Asas Kebangsaan
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.
3.      AsasKepentinganUmum
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.

V.      SARANA-SARANA HUBUNGAN INTERNASIONAL

Suatu hubungan internasional antar negara dapat berlangsung dengan baik jika melalui pedoman-pedoman dan tatacara tertentu yang disepakati bersama baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
1.    Diplomasi
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilandiplomatik.
Kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
2.    Negosiasi
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
3.    Lobby
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.
VI.    TUJUAN DARI HUBUNGAN INTERNASIONAL ANTARA LAIN :

1.    Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara.
2.    Menciptakan saling pengertian antar bangsa
3.    Menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya
VII.HUBUNGAN INTERNASIONAL DAPAT DI LAKSANAKAN MELALUI BEBERAPA SARANA, yaitu :
1.Diplomacy
2. Sanksi
3. Perang
4. Obilasasi internasional untuk mempermalukan suatu negara
5. Sanksi ekonomi

B.                        PERJANJIAN INTERNASIONAL
I.                  PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
Berikut ini adalah beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
¨      Prof Dr.Mochtar Kusumaatmadja 
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu
¨      Oppenheimer-Lauterpacht 
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya
¨      G. Schwarzenberger 
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional
¨      Konferensi Wina ((1969)) 
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu
¨      Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional 
Perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersangkutan
Jadi, perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan mengakibatkan hukum tertentu. Perjanjian internasional sekaligus menjadi subjek hukum internasional. Perjanjian internasional juga lebih menjamin kepastian hukum serta mengatur masalah-masalah bersama yang penting. Disebut perjanjian internasional jika perjanjian diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.
Perjanjian internasional (traktat = treaty) adalah suatu persetujuan (agreement) antara dua negara atau lebih yang dinyatakan secara formal tentang ketentuan dan syarat-syarat yang menetapkan hak dan kewaj ibar_ timbal balik masing-masing pihak yang turut serta dalam perjanjian itu. Perjanjian internasional biasanva dilakukan dengan suatu dokumen tertulis.yang dilakukan antar subyek hukum internasional. Suatu perjanjian internasional sangat berarti dalam hukum internasional khususnya dalam hubungan antar negara baik dalam situasi damai maupun perang..
Pengertian perjanjian internasional menurut definisi Mochtar Kusumaatmadja yang mengatakan pendapatnya tentang pengertian perjanjian internasional yaitu perjanjian antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat tertentu. Pengertian perjanjian internasional menurut definisi Oppen-Helmer Lauterpact yang menyatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu perjanjian antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya. Pengertian perjanjian internasional menurut definisi G. Schwarzenberger mengatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Pengertian perjanjian internasional menurut Mahkamah Internasional Pasal 38 Ayat 1 yang berbunyi adalah perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun secara khusus, yang dimana mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersangkutan. Pengertian perjanjian internasional menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang berbunyi bahwa pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis dengan menimbulkan hak dan kewajiban dibidang hukum politik. Pengertian perjanjian internasional menurut definisi oleh Pendapat Accademy of Sciences of USSR yang mengatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dinyatakan secara formal antara dua atau lebih negara-negara dalam pemantapan, perubahan dan pembatasan hak-hak kewajiban mereka secara timbal balik.
Sejak awal abad ke-20, perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional menjadi semakin.pentingkedudukannya dalam hukum internasional. Pada saat ini sebagian besar hukum internasional lahir melalui perjanjian yang dibuat antar negara. Perkembangan ini adalah suatu hal yang wajar karena hubungan persahabatan ataupun kerja sama akan lebih mempunyai kekuatan dan kepastian hukum apabila dijalani melalui suatu perjanjian atau persetujuan. Pentingnya perjanjian internasional dalam hukum internasional dapat terungkap dalam Piagam Mahkamah Internasional yang menempatkan perjanjian internasional pada urutan pertama pasal 38 ayat (1) dalam menyelesaikan konflik. Piagam ini menegaskan bahwa bagi Mahkamah yang tugasnya memberi keputusan sesuai denganhukum internasional maka setiap perselisihan yang diajukan padanya akan berlaku:
Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
Namun demikian, perjanjian intemasional sebagai salah satu somber hukum internasional barn dapat berfungsi apabila dihormati dan ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tanpa adanya kemauan atau itikad baik dari pihak-pihak yang bersangkutan maka perjanjian yang dibuat tidaklah berarti. Disinilah pentingnya asas hukum internasional yang dinamakan pacta sunt servanda, yang berarti bahwa setiap perjanjian atau persetujuan antar negara harus dihormati. Menurut Anzilotti, seorang sarjana hukum Italia yang pernah menjabat sebagai hakim Mahkamah Intemasional Permanen, kekuatan hukum intemasional terletak pada asas yang fundamentil ini.
Pentingnya keberadaan perjanjian internasional dalam hubungan intemasional menimbulkan banyaknya pemikiran dan gagasan bagi para penulis dan sarjana hukum internasional. Pada umumnya para penulis memberikan pembahasan khusus dan merumuskan pengertian perjanjian internasional sesuai dengan persepsinya masing-masing
                                                               
II.               ISTILAH DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL
Berbagai istilah dalam perjanjian internasional didasarkan pada tingkat pentingnya perjanjian internasional tersebut serta keharusan untuk mendapatkan suatu ratifikasi dari setiap kepala negara yang mengadakan perjanjian. Perjanjian Internasional memiliki tahapan dalam pembuatannya. Dalam Perjanjian Internasional dikenal berbagai istilah-istilah yang sering dugunakan. Istilah-istilah dalam perjanjian internasional adalah sebagai berikut:

a.  Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dan dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan bidang ekonomi.
b.  Konvensi (convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusandengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy). Persetujuan ini hams dilegalisasi oleh wakil­wakil yang berkuasa penuh (plaenipotentiones).
c.    Protokol (protocol), yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara, mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-klausal tertentu.
d.   Persetujuan (agreement), yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
e.   Proses verbal, yaitu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic atau catatan-catatan suatu permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
f.   Piagam (statute); yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional. Piagam itu dapat digunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu konvensi seperti piagam kebebasan transit.
g.    Deklarasi (declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan suatu judul dan batang tubuh ketentuan traktat dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi sebagai persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting. h.   Modus vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang lebih permanent, terinci dan sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi
i.    Pertukaran nota (exchange notes), yaitu metode yang tidak resmi tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya pertukaran nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut mereka.
j.   Ketentuan penutup (final act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang serta Inasalah yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
k.  Ketentuan Umum (general act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi. Misalnya, LBB (Liga Bangsa Bangsa) menggunakan ketentuan umum mengenai arbritasi untuk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional tahun 1928.
l.    Charter yaitu istilah yang dapat dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrant.. Misal Atlantic Chaner
m.  Pakta (pact) yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus (Pakta Wartawa). Pakta membutuhkan ratifikasi.
n.    Covenant yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa Bangsa)
o.     Agreed minutes, yaitu risalah yang disepakati
p.     Summary record, yaitu catatan singkat, ikhtisar.
q.     Letter of intens yaitu nota kesepakatan.

Pada umumnya bentuk perjanjian internasional menunjukkan bahwa materi yang diatur oleh suatu perjanjian mewakili bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya. Perbedaan istilah tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian sebagaimana tertuang di dalam suatu peijanjian internasional. Penggunaan suatu bentuk tertentu bagi perjanjian internasional, pada dasar yang menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak politiknya bagi para pihak tersebut.

Perjanjian internasional memiliki beberapa jenis-jenis atau macam-macam perjanjian internasional yang perlu teman-teman ketahui dimana sebelumnya telah dibahas Pengertian Perjanjian Internasional. Mengulang pembahasan secara singkat mengenai pengertian perjanjian internasional secara umum, dimana ada banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian internasional, sehingga pembahasan ini kami akan mengulang saja pengertian perjanjian internasional secara umum sebelum masuk ke macam-macam perjanjian internasional dan contohnya.Pengertian Perjanjian Internasional Secara Umum - Secara umum, Pengertian perjanjian internasional adalah suatu perjanjian atau kesepakatan yang dibuat berdasarkan hukum internasional dengan beberapa pihak yang berupa negara atau hukum internasional. 

Macam-Macam Perjanjian Internasional dan Contohnya Secara umum , ialah macam-macam perjanjian internasional berdasarkan jumlah peserta, berdasarkan sifat dan fungsinya, berdasarkan isinya, berdasarkan proses tahapan dan prosesi tahapan pembentukannya, berdasarkan subjeknya.
Pembahasan macam-macam perjanjian internasional adalah sebagai berikut.... 

1. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Jumlah Peserta
  • Perjanjian Bilateral : Pengertian perjanjian bilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak subjek hukum internasional (negara, takhta suci, kelompok pembebasan, dan organisasi internasional). Contohnya perjanjian bilateral : Perjanjian bilateral di indonesia dan india di bidang pertahanan dan ekonomi pada tahun 2011, perjanjian bilateral indonesia dan vietnam dibidang kebudayaan dan hukum pada tahun 2011. 
  • Perjanjian Multilateral : Pengertian perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari dua pihak. Contoh perjanjian multilateral : Konvensi wina 1969 yang dilakukan oleh dua negara atau lebih untuk mengadakan akibat-akibat tertentu, 
2. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Sifatnya atau Fungsinya
  • Treaty Contract : Pengertian treaty contract adalah perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang melakukan atau mengadakan perjanjian. Contohnya perjanjian treaty contract :  
  • Law Making Treaty : Pengertian law making treaty adalah perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar ketentuan atau kaidah hukum internasional. Contohnya perjanjian law making treaty : Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan bagi korban perang, konvensi wina (1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi tentang hukum laut tahun 1958. 
3. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Isinya
  • Politik : Perjanjian internasional dalam segi politik adalah perjanjian yang mengenai politik. Contohnya : Pakta pertahanan dan perdamaian seperti  NATO, ANZUS, dan SEATO. 
  • Ekonomi : Perjanjian internasional dalam segi ekonomi adalah perjanjian mengenai ekonomi. Contohnya : Bantuan perekonomian dan perdagangan 
  • Hukum : Perjanjian internasional dalam segi hukum adalah perjanjian yang mengenai hukum. Contohnya : Status kewarganegaraan
  • Kesehatan : Perjanjian internasional dalam segi kesehatan adalah perjanjian yang mengenai kesehatan. Contohnya : Karantina dan penanggulangan pada wabah penyakit
4. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Prosesi Tahapan Pembentukannya 
  • Perjanjian Bersifat Penting : perjanjian bersifat penting adalah perjanjian yang dibuat dengan melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. 
  • Perjanjian Bersifat Sederhana : perjanjian bersifat sederhana adalah perjanjian yang dibuat dengan melalui dua tahap yaitu : perundingan dan penandatanganan. 
5. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Subjeknya 
  • Perjanjian antar banyak Negara yang merupakan sumber subjek hukum internasional. 
  • Perjanjian antar negara dan subjek hukum lainnya. Contohnya : organisasi internasional tahta suci (vatikan) dengan organisasi MEE. 
  • Perjanjian antar sesama subjek hukum internasional selain dari negara yaitu perjanjian yang dilakukan antar organisasi-organisasi internasional lainnya. Contohnya : ASIAN dan MEE
III.           PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melakukan tahap-tahap pembuatan perjanjian. Tahap-tahap tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu mulai dari perundingan antarnegara yang berkepentingan, penandatanganan MOU, agreement, atau pun treaty yang mengikat negara-negara yang membuat perjanjian, mensahkan perjanjian tersebut melalui ratifikasi yang melibatkan dewan perwakilan atau parlemen. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyebutkan tiga tahap dalam melakukan perjanjian internasional, yaitu
1.      Perundingan (Negotiation)
Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power). Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.
2.      Penandatanganan (Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwakilan rakyat di negara-negara yang menandatangani perjanjian.
3.      Pengesahan (Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


IV. TAHAPAN PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

Tahapan pembuatan perjanjian internasional, praktiknya di Indonesia yakni sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yakni:

1.                  Tahap Penjajakan
“Penjajakan : merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenal kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional”[2].
Menurut Malahayati[3]:
“Pada tahap ini para pihak yang ingin membuat perjanjian menjajaki kemungkinan-kemungkinan untuk dibuatnya perjanjian internasional. Penjajakan dapat dilakukan melalui inisiatif instansi atau lembaga pemerintahan (Negara) di Indonesia ataupun inisiatif dari calon mitra. Penjajakan bertujuan untuk bertukar pikiran tentang berbagai masalah yang akan di tuangkan dalam perjanjian dimaksud”.
2.                  Tahap Perundingan
“Perundingan : merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional”[4].
Tahap perundingan merupakan suatu upaya yang ditempuh oleh para pihak untuk mencapai kesepakatan atas materi yang masih belum dapat disetujui dalam tahap penjajakan. Tahap ini juga berfungsi sebagai wahana memperjelas pemahaman setiap pihak tentang ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian internasional.
“Setelah para pihak mendapatkan persetujuan untuk mengadakan perundingan, maka masing-masing pihak akan menunjuk organ-organ yang berwenang untuk menghadiri perundingan tersebut. Jika kepala negara yidak dapat menghadiri perundingan, maka akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri, atau wakil diplomatiknya, dan apabila tidak maka akan ditunjuk wakil-wakil berkuasa penuh yang mendapat surat kuasa untuk mengadakan perundingan menandatangani atau menyetujui teks perjanjian dalam konteks tersebut (Pasal 7 ayat (1) dan (2) Konvensi Wina 1969). Pada tahap perundingan ini beberapa draft atau rancangan perjanjian ditawarkan dan dibahas, sehingga muncul usul, amandemen, pro maupun kontra”[5].

3.                  Tahap Perumusan Naskah
“Perumusan naskah : merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional”[6].
“Rumusan naskah adalah hasil kesepakatan dalam perundingan oleh para pihak atas materi perjanjian internasional. Pada tahap ini diberikan tanda paraf terhadap materi yang telah disetujui, dan dihasilkan juga Agreed Minutes, atau Minutes of Meeting, atauRecords of Discussion, atau Summary Records yang berisi hal-hal yang sudah disepakati, belum disepakati, serta agenda perundingan berikutnya. Apabila suatu perjanjian merupakan perjanjian bilateral dari dua negara yang mempunyai bahasa yang sama, hal ini tidak akan menimbulkan kesulitan. Masing-masing pihak pada perjanjian tersebut membuat naskah atas kertasnya sendiri  dengan mendahulukan nama negaranya setiap nama negara para pihak muncul. Begitu juga dengan letak tanda tangan, disebelah kiri ataupun dibagian atas secara berurutan. Sebuah naskah perjanjian juga biasanya terdiri dari unsur-unsur formil yaitu mukaddimah, batang tubuh, klausula penutup, dan annex”[7].

4.                  Tahap Penerimaan
“Penerimaan : merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional”[8].

Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) dalam suatu perjanjian bilateral ataupun multilateral dengan anggota yang masih terbatas, akan lebih mudah dilakukan dengan suara bulat Kesaksian naskah perjanjian (authentification of the text) adalah suatu perbuatan dalam proses pembuatan perjanjian yang mengakhiri secara pasti naskah yang telah dibuat. Bila suatu naskah sudah disahkan, maka ini tidak boleh diubah lagi. Menurut Pasal 10 Konvensi Wina, pengesahan naskah suatu perjanjian dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam perjanjian naskah itu sendiri, atau sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak. Dapat juga dilakukan dengan membubuhi tanda tangan atau paraf dibawah naskah perjanjian atau tanda tangan dalam suatu final act. Penerimaan naskah berbeda dengan persaksian naskah[9].

5.                  Tahap Penandatanganan
“Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai Negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification/ accession/ acceptance/approval”.
Namun penandatanganan tidak selalu berarti pemberlakuan perjanjian internasional. Pemberlakuan tergantung dari klausula pemberlakuan yang telah disepakati dalam perjanjian internasional. Akibat dari penandatanganan suatu perjanjian tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian tersebut. Apabila perjanjian harus diratifikasi, maka penandatangan hanya berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimanya serta akan meneruskan kapan pemerintah yang berhak untuk menerimanya atau bahkan menolak perjanjian tersebut. Secara yuridis, apabila suatu negara yang telah menandatangani perjanjian tapi belum meratifikasinya, maka negara  tersebut belum merupakan peserta dalam perjanjian. Dalam hal ini negara tersebut berkewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan objek dan tujuan perjanjian selama negara tersebut belum meratifikasinya (Pasal 18 Konvensi Wina 1969). Penandatanganan disini hanya dapat dilakukan oleh utusan-utusan yang memiliki surat kuasa penuh. Penandatanganan ini bukan berarti otenfikasi naskah, melainkan persetujuan negara untuk diikat secara hukum. Menurut Pasal 7 ayat (2) Konvensi Wina 1969, “hanya kepala negara, kepala pemerintah dan Menteri Luar Negeri yang dapat menandatangani tanpa memerlukan surat kuasa penuh, sedangkan perwakilan lain wajib memiliki surat kuasa penuh[10].
Tahapan pembuatan perjanjian internasional juga dapat dilihat dalam skema dibawah ini.
-          Tentang Pembuatan Perjanjian Internasional Menurut UU Nomor 24 Tahun 2000
-          Penjelasan Atas Skema Pembuatan Perjanjian Internasional
-          Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
1.                       Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, Kementerian/Non Kementerian (Pusat dan menjadi Lembaga Pemrakarsa dalam suatu pembuatan Perjanjian Internasional;
2.                       Pasal 5 (1) UU Perjanjian Internasional menyatakan bahwa Lembaga Pemrakarsa diharuskan untuk melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (Ditjen HPI) dan/atau unit Regional atau Multilateral di Kementerian Luar Negeri;
3.                       Mekanisme konsultasi dan koordinasi tersebut dapat dilakukan melalui:
a.       Surat menyurat antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lain; dan
b.      Rapat inter Kementerian (interkem) antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian LuarNegeri dan instansi terkait lainnya.
4.               Surat menyurat dan rapat interkem antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lainnya akan menghasilkan Draft dan/atau Counterdraft Perjanjian Internasional dan Pedoman Delegasi Republik Indonesia. Pedoman Delegasi Republik Indonesia dapat berupa hasil-hasil keputusan rapat interkem;
5.               Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah dan penerimaan/pemarafan. Semua tahap tersebut dilakukan dengan memperhatikan mekanisme konsultasi dan koordinasi (butir 3 a dan b). pada tahapan-tahapan ini pihak Indonesia dan pihak counterpart menyusun draft dan counterdraft Perjanjian Internasional;
6.               Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft ini adalah suatu Draft final Perjanjian Internasional yang, jika diperlukan, diparaf oleh para pihak sebelum ditanda tangani;

a.       Seseorang yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional memerlukan Surat Kuasa (Full Powers) (Pasal 7 ayat 1);
Apabila didalam “Rules of Procedrure” dalam suatu perundingan Multilateral mensyaratkan adanya Surat Kepercayaan (Credentials) (Pasal 7 ayat 3) bagi delegasi yang menghindari perundingan tersebut, maka Kemernterian/Instansi Pemrakarsa/Delegasi Republik Indonesia mengajukan permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menerbitkan Surat Kepercayaan dengan melampirkan nama, jabatan, Instansi dan kedudukan pejabat dalam susunan Delegasi Republik Indonesia tersebut dalam versi Bahasa Indonesia dan versi Bahasa Inggris. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa pejabat tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh Pemerintah Republik Indonesia;
b.   Penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berasa dalam ruang lingkup kewenagan suatu lembaga Negara atau lembaga pemerintah, baik Kementerian maupun Non-Kementerian dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa (Full Powers) (Pasal 7 ayat 5)

7.      Bila secara substansi (Draft final PI) telah disepakati kedua pihak dan procedural (Full Powers) dan penggunaan kertas perjanjian yang disarankan telah selesai, maka Perjanjian Internasional tersebut siap di tandatangani oleh kedua pihak;
a.       Perjanjian Internasional dapat berlaku setelah penandatanganan, atau setelah pertukaran Nota Diplomatik atau cara-cara lain yang disepakati para pihak (Pasal 15 ayat 1);
b.      Pengesahan Perjanjian Internasional oleh pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh  Perjanjian Internasional tersebut (Pasal 9 ayat 1) dan dilakukan dengan Undang-Undang atau Peraturan Presiden (Pasal 9 ayat 2);

Kelengkapan dokumen untuk Pengesahan Perjanjian Internasional (Pasal 12) adalah:
a.       Lembaga Pemrakarsa menyiapkan Salinan Naskah sebanyak 45 salinan,Terjemahan dalam Bahasa Indonesia (hanya apabila Perjanjian Internasional tersebut tidak memiliki versi dalam Bahasa Idonesia), Rancangan UU atau Rancangan Perpres tentang pengesah dan Naskah Akademis (untuk Perjanjian Internasional yang diratifikasi oleh UU) atau Naskah Penjelasan (untuk PI yang diratifikasi oleh Perpres);
b.      Lembaga Pemarakarsa mengkoordinasikan pembahasan Rancangan UU/Perpres dengan instasi terkait;
c.       Pengajuan proses Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri Luar Negeri kepada Presiden;
a.       Suatu Perjanjian Internasioanal harus disahkan degan UU bila (Pasal 11 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 10 UU Perjanjian Internasional); menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat, yang terkait beban keuangan Negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukkan UU. Pengesahan Perjanjian Internasioanal dilakukan melalui UU apabila berkenaan dengan:
·         Politik, Hankam Negara;
·         Perubahan wilayah atau Penetapan Batas Wilayah;
·         Kedaulatan dan Hak berdaulat;
·         HAM dan Linkungan Hidup;
·         Pembentukkan kaidah hukum baru;
·         Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
Pemerintah dan DPR dapat membahas RUU pengesahan Perjanjian Internasioanal tersebut dengan melalui prolegnas maupun Non-Prolegnas (sesuai dengan pengaturan  pada UU Nomor 12 Tahun 2011

b.      Pengesahan Perjanjian Internasioanal yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dilakukan dengan Perpres (Pasal 11 UU Perjanjian Internasional), antara lain: Perjanjian dibidang Iptek, Ekonomi, Teknik, Perdagangan, Kebudayaan, Pelayaran Niaga, Pengindaran Pajak Berganda, Perlindungan Penanaman Modal dan Perjanjian bersifat teknis (Penjelasan Pasal 11 ayat 1);

11.              Tindak lanjut Pengesahan dengan UU atau Perpres;
Setelah disahkan, Kementerian Luar Negeri cq. Direktorat Perjanjian Eksosbud akan melakukan Notifikasi/pemberintahuan kepada pihak counterpart (untuk perjanjian bilateral) atau menyampaikan Instrument of Ratification/ Accession kepada lembaga deposit  (untuk Perjanjian Multilateral) yang menyatakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah menyelesaikan prosedur bagi berlakunya Perjanjian Internasioanal tersebut;
12.               Sesuai Pasal 17 UU Perjanjian Internasional, naskah asli Perjanjian Internsional uang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia harus disimpan di Ruang Penyimpanan Perjanjian Internsional (TREATY ROOM) melalui Direktorat Perjanjian Ekososbud Kementerian Luar Negeri. Salinan Naskah Resmi perjanjian akan didaftarkan pada Sekjen PBB sesuai dengan Pasal 102 Piagam PBB.
C.     Perbedaan Antara Konvensi Wina 1969 dengan UU No. 24 Tahun 2000 Perjanjian Internasional
Antara Konvensi Wina 1969 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai segi. Berikut adalah perbedaan-perbedaan antara kedua aturan hukum tersebut.
1.                  Dari Segi Ketentuan Yang Tercakup di Dalamnya Secara Umum
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi wina lebih mengacu pada ketentuan teknis tentang pelaksanaan perjanjian secara umum yang dilakukan oleh negara-negara di seluruh dunia. Ketentuan tersebut hanya mengatur secara umum tentang bagaimana melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam konvensi wina tersebut, hanya ditentukan bagaimana suatu subjek hukum internasional melakukan perjanjian namun tidak dijelaskan secara lebih mendetail tentang bagaimana cara-cara pelaksanaannya. Karena cakupannya yang luas dan mengatur tentang perjanjian semua negara maka dalam Konvensi Wina tersebut kepada negara-negara yang akan meratifikasinya diberikan kebebasan untuk mengubah konvensi tersebut sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat negara tersebut selama pengubahan tersebut tidak bertentangan dengan maksud awal dari konvensi tersebut.
Dalam undang-Undang No. 24 Tahun 2000 ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalamnya lebih spesifik mengenai bagaimana cara-cara melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 mengatur berbagai hal diantaranya :\

a.                   Pembuatan perjanjian internasional
b.                  Pengesahan perjanjian internasional
c.                   Pemberlakuan perjanjian internasional
d.                  Penyimpanan perjanjian internasional
e.                   Pengakhiran perjanjian internasional
f.                   Serta ketentuan peralihan dan penutup
Semua isi dari ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam 22 Pasal yang kemudian disetujui dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid.

2.                  Dari Segi Wakil Negara Yang Melakukan Pengesahan Perjanjian.
Sesuai dengan aturan yang terdapat dalam konvensi wina pasal 7, seseorang yang dianggap mewakili negara dalam suatu perjanjian memerlukan surat kuasa yang dikeluarkan oleh negara yang bersangkutan. Surat kuasa dan surat kepercayaan tersebut muncul dari praktek negara-negara untuk memberikan kuasa kepada seseorang sebagai wakil dari negara yang mengeluarkan surat kuasa tersebut. Surat kuasa (Full Powers) berdasarkan konvensi wina adalah “A document emanating from the competent authority of a State designating a person or persons to represent the State for negotiating, adopting or authenticating the text of a treaty, for expressing the consent of the State to be bound by a treaty, or for accomplishing any other act with respect to a treaty.” Dalam konvensi ini tidak dikenal adanya surat kepercayaan (Credentials) seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000.
Sesuai dengan ketentuan pasal 7 Konvensi Wina 1969, terdapat beberapa orang yang dianggap sebagai wakil dari negara dan tidak memerlukan surat kuasa (Full Powers) untuk melakukan suatu perjanjian diantaranya adalah :
a.     Heads of State, Heads of Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of performing all acts relating to the conclusion of a treaty;
b.    Heads of diplomatic missions, for the purpose of adopting the text of a treaty between the accrediting State and the State to which they are accredited;
c.     Representatives accredited by States to an international conference or to an international organization or one of its organs, for the purpose of adopting the text of a treaty in that conference, organization or organ.  
Jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000  pasal 7 seseoarang yang mewakili pemerintah Republik Indonesia dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan surat kuasa. Dalam Undang-Undang ini, dikenal adanya surat kepercayaan yang digunakan oleh satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu perjanjian internasional memerlukan surat kepercayaan. Surat kuasa (Full Powers) yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah “surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.”Sedangkan  surat kepercayaan (Credentials) adalah “surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional.”
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) terdapat 2 pejabat negara yang tidak memerlukan surat kuasa (Full Powers) dalam melaksanakan suatu perjanjian diantaranya adalah :
a.                   Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan.
b.                  Menteri luar negeri.

3.                  Penyimpanan Perjanjian Internasional
Dalam Konvensi wina 1969 tidak dijelaskan pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan penyimpanan teks asli perjanjian, negara-negara yang melakukan perjanjian hanya diwajibkan untuk melakukan notifikasi dan meregistrasi salinan naskah resmi perjanjian internasional yang telah dibuat kepada sekretatiat organisasi internasional. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, dijelaskan secara terinci bahwa Menteri bertanggung jawab secara penuh untuk menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian internasional yang telah dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia serta menyusun daftar resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional.
Diantara perbedaan tersebut terdapat beberapa kesamaan diantara keduanya. Hal itu disebabkan Konvensi Wina 1969 merupakan induk dari semua peraturan perjanjian internasional yang ada. Di antaranya adalah :
a.          Suatu negara dinyatakan telah melakukan pengesahan terhadap perjanjian internasional apabila telah melakukan Ratifikasi, Aksesi, Penerimaan, dan Penyetujuan sesuai dengan pasal 1 huruf b UU No. 24 Tahun 2000 yang berbunyi “Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan(acceptance) dan penyetujuan (approval).” dan pasal 2 huruf b Konvensi Wina 1969 yang berbunyi ““ratification”, “acceptance”, “approval” and “accession” mean in each case the international act so named whereby a State establishes on the international plane its consent to be bound by a treaty.”
b.         Adanya suksesi terhadap suatu negara tidak mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian selama negara pengganti tetap menyetujui untuk meneruskan perjanjian tersebut. Ketentuan tentang hal tersebut terdapat pada pasal 73 Konvensi Wina 1969 yang berbunyi “The provisions of the present Convention shall not prejudge any question that may arise in regard to a treaty from a succession of States or from the international responsibility of a State or from the outbreak of hostilities between States.” dan pada pasal 20 UU No. 24 tahun 2000 yang berbunyi “Perjanjian internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi tetap berlaku selama Negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.”
V.BERLAKU DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL
Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa berikut ini.

a.       Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b.      Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c.       Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatunegara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu

Berakhirnya Perjanjian Intenasional

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasionalmengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.

a.      Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
b.      Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
c.      Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
d.      Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
e.      Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yangterdahulu.
f.       Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
g.       Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
VI.ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
Seperti halnya dalam hubungan Internasional yang terdapat beberapa asas. Dalam perjanjian Internasional juga terdapat asas- asas perjanjian Internasional. Berikut ini saya sajikan dan jelaskan asas- asas perjanjian Internasional :

a) Pacta Sunt Servanda
= Setiap perjanjian yang telah dibuat oleh pihak- pihak yang mengadakan harus ditaati.

b) Egality Rights
= Pihak yang mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.

c) Reciprocity/ Timbal balik
= Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal (baik positif maupun negatif).

d) Courtesy
=Asas saling menghormati dan saling menjaga kohormatan negara.

e) Rebus Sic Stantibus
= Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang sesuai dengan perjanjian itu.

Demikian beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian internasional. Dengan melaksanakan asas- asas di atas, perjanjian internasional yang diadakan akan berjalan dengan baik.

VII.CONTOH PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian yang dilakukan oleh negara indonesia dengan vietnam dalam jual beli beras. Pada hakekatnya perjanjian internasional merupakan kesepakatan atau persetujuan dimana subjek perjanjian internasional adalah segala hal subjek hukum internasional, khususnya negara dan organisasi internasional, objek dalam perjanjian internasional adalah segala hal yang menyangkut dengan kepentingan kehidupan masyarakat internasional yang dapat berupa bentuk tertulis dan tidak tertulis. Dalam Konfrensi Wina 1969 yang memuat pembahasan tentang perjanjian internasional dimana komisi hukum internasional memberikan gambaran tentang pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu, dengan demikian perjanjian internasional mengatur perjanjian antarnegara selaku sebagai subjek hukum internasional

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perjanjian internasional dalam hukum intemasional di era negara modem menempati kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum. Sumber hukum yang berlaku pada masa lalu seperti hukum kodrat dan pendapat para penulis telah tergeser oleh perjanjian internasional. Mengingat pentingnya perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional pada abad ini maka berikut ini akan diuraikan perjanjian internasional dilihat drai pengetian, penggolongan, cara pembuatan, dan isi serta ratifikasi di Indonesia.
Hubungan internasional dianggap penting dalam rangka untuk menumbuhkan saling pengertian antarbangsa, mempererat hubungan persahabatan dan persaudaraan antarbangsa, saling mencukupi kebutuhan masing-masing bangsa yang bekerja sama, memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan, dan membina dan menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia. Suatu negara yang tidak mau mengadakan hubungan internasional dengan negara lain akan terkucilkan dalam pergaulan dunia.
Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
Hubungan internasional merupakan bentuk interaksi antara atau anggota masyarakat satu negara dan aktor atau anggota masyarakat negara lain.terjadinya hubungan internasional suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional.dengan demikian , setiap negara tidak dapat menutup diri terhadap dunia luar dan harus mengadakan hubungan internasional.
Hubungan internasional pada dasarnya adalah “hubungan hukum “ . halini berarti terjalinnya hubungan internasional akan menimbulkan akibat hukum yaitu lahirnya hak dan kewajiban antar subjek hukum (negara / bukan negara) yang saling berhubungan . hubungan inretnasional biasanya diawali dengan perjanjian pembukaan hubungan defacto tetap (konsuler) sampai pada akhirnya berupa de jure penuh (perwakilan diplomatik) yang bersifat bilateral
 DAFTAR PUSTAKA
·         Beaulac, Stéphane. “The Westphalian Model in defining International Law: Challenging the Myth”, Australian Journal of Legal History Vol. 9 (2004).
·         Black, Jeremy. A History of Diplomacy (2010)
·         Calvocoressi, Peter. World Politics since 1945 (9th Edition, 2008) 956pp excerpt and text search
·         E. H. Carr Twenty Years Crisis (1940), 1919–39
·         Kennedy, Paul. The Rise and Fall of the Great Powers Economic Change and Military Conflict From 1500-2000 (1987), stress on economic and military factors
·         Kissinger, Henry. Diplomacy (1995), not a memoir but an interpretive history of international diplomacy since the late 18th century
·         Krasner, Stephen D.: “Westphalia and All That” in Judith Goldstein & Robert Keohane (eds): Ideas and Foreign Policy (Ithaca, NY: Cornell UP, 1993), pp. 235–264
·         New Cambridge Modern History (13 vol 1957-79), thorough coverage from 1500 to 1900
·         Pella, John & Erik Ringmar, History of International Relations Open Textbook Project, Cambridge: Open Book, forthcoming.
·         Schroeder, Paul W. The Transformation of European Politics 1763-1848 (Oxford History of Modern Europe) (1994) 920pp; history and analysis of major diplomacy
·         Taylor, A.J.P. The Struggle for Mastery in Europe 1848–1918 (1954) (Oxford History of Modern Europe) 638pp; history and analysis of major diplomacy
·         Malahayati, 2012, Pengantar Hukum Perjannjian Internasional, Biena Edukasi,     Lokseumawe.
Konvensi Wina Tahun 1969 Tentang Perjanjian Internasional.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasioanal.
http://asdarkadir.blogspot.com/2012/01/perbedaan-antara-konvensi-wina-1969.html. 
·         REFERENSI BUKU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SEMESTER II INTAN PARIWARA


DAFTAR PUSTAKA
http://gndevinanl.blogspot.co.id/2018/02/hubungan-intenasional-dan-perjanjian.html
·         Beaulac, Stéphane. “The Westphalian Model in defining International Law: Challenging the Myth”, Australian Journal of Legal History Vol. 9 (2004).
·         Black, Jeremy. A History of Diplomacy (2010)
·         Calvocoressi, Peter. World Politics since 1945 (9th Edition, 2008) 956pp excerpt and text search
·         E. H. Carr Twenty Years Crisis (1940), 1919–39
·         Kennedy, Paul. The Rise and Fall of the Great Powers Economic Change and Military Conflict From 1500-2000 (1987), stress on economic and military factors
·         Kissinger, Henry. Diplomacy (1995), not a memoir but an interpretive history of international diplomacy since the late 18th century
·         Krasner, Stephen D.: “Westphalia and All That” in Judith Goldstein & Robert Keohane (eds): Ideas and Foreign Policy (Ithaca, NY: Cornell UP, 1993), pp. 235–264
·         New Cambridge Modern History (13 vol 1957-79), thorough coverage from 1500 to 1900
·         Pella, John & Erik Ringmar, History of International Relations Open Textbook Project, Cambridge: Open Book, forthcoming.
·         Schroeder, Paul W. The Transformation of European Politics 1763-1848 (Oxford History of Modern Europe) (1994) 920pp; history and analysis of major diplomacy
·         Taylor, A.J.P. The Struggle for Mastery in Europe 1848–1918 (1954) (Oxford History of Modern Europe) 638pp; history and analysis of major diplomacy
·         Malahayati, 2012, Pengantar Hukum Perjannjian Internasional, Biena Edukasi,     Lokseumawe.
Konvensi Wina Tahun 1969 Tentang Perjanjian Internasional.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasioanal.
http://asdarkadir.blogspot.com/2012/01/perbedaan-antara-konvensi-wina-1969.html. 
·         REFERENSI BUKU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SEMESTER II INTAN PARIWARA




Terima kasih sudah berkunjung semoga bermanfaat dan Insya Allah Berkah ...
~saran & komentar sangat membantu....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN - ppt download

PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN - ppt download : Pengertian System endokrin merupakan sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless). Respo...