PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
HUBUNGAN INTENASIONAL
&
PERJANJIAN INTERNASIONAL
OLEH
KELOMPOK
V
Þ
AHMAD AMRULLAH
Þ
ANNISA LAILA RINANDA
Þ
DEVINA NOOR LATIFAH
Þ
M. NORFATHA
Þ
RAHMAWATI
Þ
SYARIFAH MAULIDYA
XI IPA 1
MAN BARITO UTARA
2017
Kata pengantar
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah S.W.T. karena berkat rahmat taufik dan
hidayah nya jualah kami dapat dengan sukses menyelesaikan makalah ini .
Tugas
pembuatan makalah ini kami selesaikan dengan mengemban tugas sebagai seorang
palajar sebagai prosoes dari pembelajaran . palaksanaan ini kami rangkum dalam
kerja sama tim yang telah di tentukan sebelumnya pembagian
Terima kasih juga kami ucapkan kepada
guru pembimbing kami yang memberikan ilmu nya sebagai pahlawan tanpa tanda
jasa.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat membantu untuk kedepanya dalam proses
pembelajaran
Muara Teweh, 27 Januari 2017
Kelompok 5
XI IPA 1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pengertian Perjanjian Internasional adalah sebuah
perjanjian atau kesepakatan oleh beberapa negara atau organisasi internasional
yang dibuat dibawah hukum internasional. Di indonesia sendiri pengertian
perjanjian internasional bervariasi seperti perjanjian internasional yang ada
berada pada pemahaman indonesia yaitu perjanjian internasional adalah semua
perjanjian yang bersifat lintas batas negara atau transnasional. Sedangkan
pengertian perjanjian internasional menurut bahasa adalah hubungan kerja sama
antara pihak satu dengan pihak lainnya. Jadi jika disimpulkan pengertian
perjanjian internasional adalah suatu hubungan yang dilakukan terhadap beberapa
negara atau lebih
Perjanjian
internasional dalam hukum intemasional di era negara modem menempati kedudukan
yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum. Sumber hukum yang berlaku
pada masa lalu seperti hukum kodrat dan pendapat para penulis telah tergeser
oleh perjanjian internasional. Mengingat pentingnya perjanjian internasional
sebagai sumber hukum internasional pada abad ini maka berikut ini akan
diuraikan perjanjian internasional dilihat drai pengetian, penggolongan, cara
pembuatan, dan isi serta ratifikasi di Indonesia.
Rumusan masalah
1.
Apa yang di maksud dengan Hubungan Internasional?
2.
Apa saja Perjanjian internasional?
Tujuan
1.
Mengetahui apa itu hubungan Internasional
2.
Mengetahui apa saja Perjanjian Internasional
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN
INTENASIONAL
&
PERJANJIAN INTERNASIONAL
A. HUBUNGAN INTENASIONAL
I. PENGERTIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
J.
¨ Pengertian Hubungan Internasional Secara Umum
Arti hubungan internasional
secara umum adalah kerjasama antar negara, yaitu unit politik yang didefinisikan secara global untuk menyelesaikan berbagai
masalah. Menurut UU No. 37 Tahun 1999, hubungan internasional adalah kegiatan yang
menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di
tingkat pusat dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat,
LSM atau Warga Negara
Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam
segala aspeknya yang di lakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan
nasional negara tersebut.
Hubungan internasional merupakan
suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu
negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan
terhadap negara lain. Dengan adanya hubungan internasional maka suatu negara
dapat memenuhi kebutuhan negara dan warga negaranya yang belum bisa di sediakan
oleh negara tersebut.
Hubungan internasional adalah
hubungan antarnegara atau antarindividu dari negara yang berbeda dalam bidang
tertentu untuk kepentingan kedua belah pihak. Setiap negara tentunya tidak
dapat terlepas dari hubungan internasional. Hal ini karena setiap negara
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga hubungan internasional
melengkapi itu.
Hubungan internasional tidak
hanya terjadi karena ingin bekerjasama. Persahabatan, persengketaan,
permusuhan, ataupun peperangan juga termasuk hubungan internasional. Hubungan
internasional bisa antar individu, antar kelompok, maupun antar negara di
negara yang berbeda. Menurut Sam Suhaedi, hubungan antar internasional juga
terdapat hukum internasional yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat
internasional.
Hubungan internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar
bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan ini bisa berupa interaksi
antarindividu (misalnya turis, mahasiswa, dan pekerja asing); antarkelompok
(misalnya lembaga-lembaga sosial, dan perdagangan); atau hubungan antarnegara
(misalnya negara-negara yang menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, keamanan, atau negara-negara yang membentuk organisasi
internasional seperti Sejarah PBB atau ASEAN). Hubungan Internasional
(hubungan antarbangsa) sendiri terjadi karena dilatarbelakangi oleh kesadaran
bahwa semua negara tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan
akan selalu membutuhkan negara lain.
¨
Pengertian Hubungan Internasional
Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa
pengertian hubungan internasional menurut para ahli:
1.
Menurut J.C. Johari, hubungan internasional merupakan sebuah
studi tentang interaksi yang berlangsung diantara negara-negara berdaulat
disamping itu juga studi tentang pelaku-pelaku non negara (non states actors)
yang perilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas negara.
2.
Menurut Mohtar Mas’oed, hubungan internasional adalah hubungan
yang melibatkan bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga diperlukan
mekanisme yang kompleks dan melibatkan banyak negara.
3.
Menurut Tygve Nathlessen, hubungan internasional adalah bagian
dari ilmu politik, oleh karena itu komponen hubungan internasional sendiri tak
lepas dari politik internasional, organisasi dan administrasi internasional
serta hukum internasional.
4.
Menurut Warsito Sunaryo, hubungan internasional merupakan studi
tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk
studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.
Hubungan internasional dan kerjasama yang dilakukan antar negara dapat terjalin
dengan mulus jika masing-masing pihak dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip berikut,yaitu:
- Hubungan
dan kerjasama internasional hendaknya saling menguntungkan dan tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
- Masing-masing
pihak yang melakukan hubungan internasional tidak mencampuri urusan dalam
negeri negara lain
- Hubungan
internasional ditujukan untuk kepentingan negara dan demi kesejahteraan
rakyat.
- Dilandasi
oleh politik luar negeri yang bebas dan aktif.
- Saling
menjunjung persamaan derajat dan menghargai antarbangsa yang dilandasi
oleh prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
¨ Arti Penting Hubungan Internasional
Hubungan internasional dianggap
penting dalam rangka untuk menumbuhkan saling pengertian antarbangsa,
mempererat hubungan persahabatan dan persaudaraan antarbangsa, saling mencukupi
kebutuhan masing-masing bangsa yang bekerja sama, memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan, dan membina dan menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia.
Suatu negara yang tidak mau mengadakan hubungan internasional dengan negara
lain akan terkucilkan dalam pergaulan dunia. Akibatnya, negara tersebut akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
II.
FAKTOR
PENUNJANG HUBUNGAN INTERNASIONAL
Ada beberapa
faktor pendorong terjadinya hubungan internasional, yaitu sebagai berikut.
(a). Faktor
kodrat Manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan kerjasama
antarsesama.
(b). Faktor
wilayah yang saling berjauhan mengakibatkan timbulnya kerja sama regional dan
internasional.
(c). Faktor pertumbuhan
bangsa dan negara itu sendiri.
(d). Faktor
kepentingan nasional yang tidak selamanya dapat dipenuhi di dalam negeri
sendiri.
(e). Faktor tanggung jawab
sebagai warga dunia untuk mewujudkan kehidupan dunia yang tertib, adil, dan
merata.
III.
POLA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Secara garis besar, pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu pola penjajahan, ketergantungan, serta pola hubungan sama derajat
antarbangsa.
1.
Pola Hubungan Penjajahan
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan kolonialisme.
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan kolonialisme.
2.
Pola Hubungan Ketergantungan
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.
3.
Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
IV. ASAS-ASAS HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada pelaksanaannya, suatu hubungan internasional akan berjalan dengan baik jika negara-negara yang melakukan hubungan selalu berpedoman pada asas-asas yang dipatuhi bersama. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Asas Teritorial
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
2. Asas Kebangsaan
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.
3. AsasKepentinganUmum
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.
V. SARANA-SARANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Suatu hubungan internasional antar negara dapat berlangsung dengan baik jika melalui pedoman-pedoman dan tatacara tertentu yang disepakati bersama baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
1. Diplomasi
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilandiplomatik.
Kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilandiplomatik.
Kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
2.
Negosiasi
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
3.
Lobby
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.
VI. TUJUAN DARI HUBUNGAN INTERNASIONAL ANTARA LAIN :
1.
Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara.
2. Menciptakan saling pengertian antar bangsa
3. Menciptakan keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya
VII.HUBUNGAN INTERNASIONAL DAPAT DI
LAKSANAKAN MELALUI BEBERAPA SARANA, yaitu :
1.Diplomacy
2. Sanksi
3. Perang
4. Obilasasi internasional untuk mempermalukan suatu negara
5. Sanksi ekonomi
2. Sanksi
3. Perang
4. Obilasasi internasional untuk mempermalukan suatu negara
5. Sanksi ekonomi
B.
PERJANJIAN
INTERNASIONAL
I.
PENGERTIAN
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian
Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh
beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi
internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur
hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua
negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh
lebih dari dua negara.
Berikut ini adalah beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
¨ Prof Dr.Mochtar
Kusumaatmadja
Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk
menciptakan akibat-akibat hukum tertentu
¨ Oppenheimer-Lauterpacht
Perjanjian
internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan
kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya
¨ G.
Schwarzenberger
Perjanjian internasional
adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional
¨ Konferensi Wina
((1969))
Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang
bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu
¨ Pasal 38 ayat 1
Piagam Mahkamah Internasional
Perjanjian
internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung
ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersangkutan
Jadi, perjanjian Internasional
adalah perjanjian yang diadakan oleh masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan
mengakibatkan hukum tertentu. Perjanjian internasional sekaligus menjadi subjek
hukum internasional. Perjanjian internasional juga lebih menjamin kepastian
hukum serta mengatur masalah-masalah bersama yang penting. Disebut perjanjian
internasional jika perjanjian diadakan oleh subjek hukum internasional yang
menjadi anggota masyarakat internasional.
Perjanjian internasional (traktat = treaty) adalah
suatu persetujuan (agreement) antara dua negara atau lebih yang dinyatakan
secara formal tentang ketentuan dan syarat-syarat yang menetapkan hak dan kewaj
ibar_ timbal balik masing-masing pihak yang turut serta dalam perjanjian itu.
Perjanjian internasional biasanva dilakukan dengan suatu dokumen tertulis.yang
dilakukan antar subyek hukum internasional. Suatu perjanjian internasional
sangat berarti dalam hukum internasional khususnya dalam hubungan antar negara
baik dalam situasi damai maupun perang..
Pengertian perjanjian internasional menurut definisi Mochtar Kusumaatmadja yang mengatakan pendapatnya
tentang pengertian perjanjian internasional yaitu perjanjian antar bangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat tertentu. Pengertian perjanjian
internasional menurut definisi Oppen-Helmer
Lauterpact yang menyatakan
bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu perjanjian antar negara
yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya.
Pengertian perjanjian internasional menurut definisi G. Schwarzenberger mengatakan
bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
mengikat dalam hukum internasional. Pengertian perjanjian internasional menurut Mahkamah Internasional Pasal 38
Ayat 1 yang berbunyi adalah
perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun secara khusus, yang
dimana mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara
yang bersangkutan. Pengertian perjanjian internasional menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri yang
berbunyi bahwa pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian dalam
bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis dengan menimbulkan hak dan
kewajiban dibidang hukum politik. Pengertian perjanjian internasional menurut
definisi oleh Pendapat
Accademy of Sciences of USSR yang
mengatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
yang dinyatakan secara formal antara dua atau lebih negara-negara dalam
pemantapan, perubahan dan pembatasan hak-hak kewajiban mereka secara timbal
balik.
Sejak awal abad ke-20, perjanjian internasional
sebagai sumber hukum internasional menjadi semakin.pentingkedudukannya dalam
hukum internasional. Pada saat ini sebagian besar hukum internasional lahir
melalui perjanjian yang dibuat antar negara. Perkembangan ini adalah suatu hal
yang wajar karena hubungan persahabatan ataupun kerja sama akan lebih mempunyai
kekuatan dan kepastian hukum apabila dijalani melalui suatu perjanjian atau
persetujuan. Pentingnya perjanjian internasional dalam hukum internasional
dapat terungkap dalam Piagam Mahkamah Internasional yang menempatkan perjanjian
internasional pada urutan pertama pasal 38 ayat (1) dalam menyelesaikan
konflik. Piagam ini menegaskan bahwa bagi Mahkamah yang tugasnya memberi
keputusan sesuai denganhukum internasional maka setiap perselisihan yang
diajukan padanya akan berlaku:
Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang
bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang
diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
Namun demikian, perjanjian intemasional sebagai
salah satu somber hukum internasional barn dapat berfungsi apabila dihormati
dan ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tanpa adanya
kemauan atau itikad baik dari pihak-pihak yang bersangkutan maka perjanjian
yang dibuat tidaklah berarti. Disinilah pentingnya asas hukum internasional
yang dinamakan pacta sunt servanda, yang berarti bahwa setiap perjanjian atau
persetujuan antar negara harus dihormati. Menurut Anzilotti, seorang sarjana
hukum Italia yang pernah menjabat sebagai hakim Mahkamah Intemasional Permanen,
kekuatan hukum intemasional terletak pada asas yang fundamentil ini.
Pentingnya keberadaan perjanjian internasional
dalam hubungan intemasional menimbulkan banyaknya pemikiran dan gagasan bagi
para penulis dan sarjana hukum internasional. Pada umumnya para penulis
memberikan pembahasan khusus dan merumuskan pengertian perjanjian internasional
sesuai dengan persepsinya masing-masing
II.
ISTILAH DALAM PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Berbagai
istilah dalam perjanjian internasional didasarkan pada tingkat pentingnya
perjanjian internasional tersebut serta keharusan untuk mendapatkan suatu
ratifikasi dari setiap kepala negara yang mengadakan perjanjian. Perjanjian
Internasional memiliki tahapan dalam pembuatannya. Dalam Perjanjian
Internasional dikenal berbagai istilah-istilah yang sering
dugunakan. Istilah-istilah dalam perjanjian internasional adalah sebagai
berikut:
a.
Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan
persetujuan dan dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang
politik dan bidang ekonomi.
b. Konvensi
(convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral
dan tidak berurusandengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy).
Persetujuan ini hams dilegalisasi oleh wakilwakil yang berkuasa penuh
(plaenipotentiones).
c. Protokol (protocol), yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh
kepala negara, mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran
klausal-klausal tertentu.
d. Persetujuan
(agreement), yaitu istilah yang digunakan untuk
transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi traktat
dan konvensi.
e.
Proses verbal, yaitu catatan-catatan atau
ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic atau
catatan-catatan suatu permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
f.
Piagam (statute); yaitu himpunan peraturan yang
ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun
kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup
tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional.
Piagam itu dapat digunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu
konvensi seperti piagam kebebasan transit.
g. Deklarasi
(declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk
traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan
suatu judul dan batang tubuh ketentuan traktat dan sebagai dokumen tidak resmi
apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi sebagai
persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting. h.
Modus vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional
yang bersifat sementara sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang lebih
permanent, terinci dan sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi
i.
Pertukaran nota (exchange notes), yaitu metode
yang tidak resmi tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya pertukaran
nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat
multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut
mereka.
j.
Ketentuan penutup (final act), yaitu ringkasan
hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang
serta Inasalah yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
k.
Ketentuan Umum (general act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi
dan tidak resmi. Misalnya, LBB (Liga Bangsa Bangsa) menggunakan ketentuan umum
mengenai arbritasi untuk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional
tahun 1928.
l.
Charter yaitu istilah yang dapat dipakai dalam perjanjian
internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrant.. Misal
Atlantic Chaner
m.
Pakta (pact) yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan
yang lebih khusus (Pakta Wartawa). Pakta membutuhkan ratifikasi.
n. Covenant
yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa Bangsa)
o. Agreed
minutes,
yaitu risalah yang disepakati
p. Summary
record,
yaitu catatan singkat, ikhtisar.
q. Letter
of intens
yaitu nota kesepakatan.
Pada
umumnya bentuk perjanjian internasional menunjukkan bahwa materi yang diatur
oleh suatu perjanjian mewakili bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya.
Perbedaan istilah tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan
perjanjian sebagaimana tertuang di dalam suatu peijanjian internasional.
Penggunaan suatu bentuk tertentu bagi perjanjian internasional, pada dasar yang
menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak politiknya
bagi para pihak tersebut.
Perjanjian internasional memiliki beberapa jenis-jenis atau macam-macam
perjanjian internasional yang perlu teman-teman ketahui dimana sebelumnya telah
dibahas Pengertian
Perjanjian Internasional. Mengulang
pembahasan secara singkat mengenai pengertian perjanjian internasional secara
umum, dimana ada banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian
internasional, sehingga pembahasan ini kami akan mengulang saja pengertian perjanjian
internasional secara umum sebelum masuk ke macam-macam perjanjian internasional
dan contohnya.Pengertian
Perjanjian Internasional Secara Umum - Secara
umum, Pengertian perjanjian internasional adalah suatu
perjanjian atau kesepakatan yang dibuat berdasarkan hukum internasional dengan
beberapa pihak yang berupa negara atau hukum internasional.
Macam-Macam
Perjanjian Internasional dan Contohnya Secara
umum , ialah macam-macam perjanjian
internasional berdasarkan jumlah peserta, berdasarkan sifat dan fungsinya,
berdasarkan isinya, berdasarkan proses tahapan dan prosesi tahapan
pembentukannya, berdasarkan subjeknya.
Pembahasan macam-macam perjanjian internasional adalah sebagai berikut....
1. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Jumlah Peserta
- Perjanjian Bilateral : Pengertian perjanjian
bilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak subjek hukum
internasional (negara, takhta suci, kelompok pembebasan, dan organisasi
internasional). Contohnya perjanjian bilateral : Perjanjian bilateral di
indonesia dan india di bidang pertahanan dan ekonomi pada tahun 2011,
perjanjian bilateral indonesia dan vietnam dibidang kebudayaan dan hukum
pada tahun 2011.
- Perjanjian Multilateral : Pengertian perjanjian
multilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari dua pihak. Contoh perjanjian
multilateral : Konvensi wina 1969 yang dilakukan oleh dua negara atau lebih untuk
mengadakan akibat-akibat tertentu,
2. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Sifatnya atau
Fungsinya
- Treaty Contract : Pengertian treaty contract
adalah perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang melakukan atau
mengadakan perjanjian. Contohnya perjanjian treaty contract :
- Law Making Treaty : Pengertian law making treaty
adalah perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar ketentuan atau
kaidah hukum internasional. Contohnya perjanjian law
making treaty : Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan bagi korban perang, konvensi
wina (1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi tentang hukum laut tahun
1958.
3. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Isinya
- Politik : Perjanjian internasional dalam segi politik adalah perjanjian yang mengenai
politik. Contohnya : Pakta pertahanan dan perdamaian seperti NATO, ANZUS, dan
SEATO.
- Ekonomi : Perjanjian internasional dalam segi ekonomi adalah perjanjian mengenai
ekonomi. Contohnya : Bantuan perekonomian dan perdagangan
- Hukum : Perjanjian internasional dalam segi hukum adalah perjanjian yang
mengenai hukum. Contohnya : Status kewarganegaraan
- Kesehatan : Perjanjian internasional dalam segi kesehatan adalah perjanjian yang
mengenai kesehatan. Contohnya : Karantina dan penanggulangan pada wabah penyakit.
4. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Prosesi Tahapan
Pembentukannya
- Perjanjian Bersifat Penting : perjanjian bersifat penting
adalah perjanjian yang dibuat dengan melalui proses perundingan,
penandatanganan, dan ratifikasi.
- Perjanjian Bersifat Sederhana : perjanjian bersifat sederhana adalah perjanjian yang dibuat
dengan melalui dua tahap yaitu : perundingan dan penandatanganan.
5. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Subjeknya
- Perjanjian antar banyak Negara yang merupakan sumber subjek hukum
internasional.
- Perjanjian antar negara dan subjek hukum lainnya. Contohnya : organisasi internasional
tahta suci (vatikan) dengan organisasi MEE.
- Perjanjian antar sesama subjek hukum internasional selain dari negara
yaitu perjanjian yang dilakukan antar organisasi-organisasi internasional
lainnya. Contohnya : ASIAN dan MEE
III.
PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melakukan tahap-tahap
pembuatan perjanjian. Tahap-tahap tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu
mulai dari perundingan antarnegara yang berkepentingan, penandatanganan MOU,
agreement, atau pun treaty yang mengikat negara-negara yang membuat perjanjian,
mensahkan perjanjian tersebut melalui ratifikasi yang melibatkan dewan
perwakilan atau parlemen. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum
Internasional menyebutkan tiga tahap dalam melakukan perjanjian internasional,
yaitu
1. Perundingan
(Negotiation)
Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh
negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan
perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan
oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga
dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power).
Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat
pada tahap penandatanganan.
2. Penandatanganan
(Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau
menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki
tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwakilan rakyat di
negara-negara yang menandatangani perjanjian.
3. Pengesahan
(Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak
DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan
berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian
tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional
harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau
diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
IV. TAHAPAN PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
Tahapan pembuatan perjanjian internasional, praktiknya di Indonesia yakni
sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, yakni:
1.
Tahap Penjajakan
“Penjajakan : merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenal kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional”[2].
Menurut Malahayati[3]:
“Pada tahap ini para pihak yang ingin membuat perjanjian menjajaki
kemungkinan-kemungkinan untuk dibuatnya perjanjian internasional. Penjajakan
dapat dilakukan melalui inisiatif instansi atau lembaga pemerintahan (Negara)
di Indonesia ataupun inisiatif dari calon mitra. Penjajakan bertujuan untuk
bertukar pikiran tentang berbagai masalah yang akan di tuangkan dalam
perjanjian dimaksud”.
2.
Tahap Perundingan
“Perundingan : merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan
masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional”[4].
Tahap perundingan merupakan suatu upaya yang ditempuh oleh para pihak
untuk mencapai kesepakatan atas materi yang masih belum dapat disetujui dalam
tahap penjajakan. Tahap ini juga berfungsi sebagai wahana memperjelas pemahaman
setiap pihak tentang ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian
internasional.
“Setelah para pihak mendapatkan persetujuan untuk mengadakan perundingan,
maka masing-masing pihak akan menunjuk organ-organ yang berwenang untuk
menghadiri perundingan tersebut. Jika kepala negara yidak dapat menghadiri
perundingan, maka akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri, atau wakil
diplomatiknya, dan apabila tidak maka akan ditunjuk wakil-wakil berkuasa penuh
yang mendapat surat kuasa untuk mengadakan perundingan menandatangani atau
menyetujui teks perjanjian dalam konteks tersebut (Pasal 7 ayat (1) dan (2)
Konvensi Wina 1969). Pada tahap perundingan ini beberapa draft atau rancangan
perjanjian ditawarkan dan dibahas, sehingga muncul usul, amandemen, pro maupun
kontra”[5].
3.
Tahap Perumusan Naskah
“Perumusan naskah : merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian
internasional”[6].
“Rumusan naskah adalah hasil kesepakatan dalam perundingan oleh para
pihak atas materi perjanjian internasional. Pada tahap ini diberikan tanda
paraf terhadap materi yang telah disetujui, dan dihasilkan juga Agreed
Minutes, atau Minutes of Meeting, atauRecords of
Discussion, atau Summary Records yang berisi hal-hal
yang sudah disepakati, belum disepakati, serta agenda perundingan berikutnya.
Apabila suatu perjanjian merupakan perjanjian bilateral dari dua negara yang
mempunyai bahasa yang sama, hal ini tidak akan menimbulkan kesulitan.
Masing-masing pihak pada perjanjian tersebut membuat naskah atas kertasnya
sendiri dengan mendahulukan nama negaranya setiap nama negara para pihak
muncul. Begitu juga dengan letak tanda tangan, disebelah kiri ataupun dibagian
atas secara berurutan. Sebuah naskah perjanjian juga biasanya terdiri dari
unsur-unsur formil yaitu mukaddimah, batang tubuh, klausula penutup, dan annex”[7].
4.
Tahap Penerimaan
“Penerimaan : merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan
dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas
naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya
dilakukan dengan membubuhkan paraf pada naskah perjanjian internasional oleh
ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan
(acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu
negara pihak atas perubahan perjanjian internasional”[8].
Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) dalam
suatu perjanjian bilateral ataupun multilateral dengan anggota yang masih
terbatas, akan lebih mudah dilakukan dengan suara bulat Kesaksian naskah
perjanjian (authentification of the text) adalah suatu perbuatan
dalam proses pembuatan perjanjian yang mengakhiri secara pasti naskah yang
telah dibuat. Bila suatu naskah sudah disahkan, maka ini tidak boleh diubah
lagi. Menurut Pasal 10 Konvensi Wina, pengesahan naskah suatu perjanjian
dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam perjanjian naskah itu sendiri,
atau sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak. Dapat juga dilakukan dengan
membubuhi tanda tangan atau paraf dibawah naskah perjanjian atau tanda tangan
dalam suatu final act. Penerimaan naskah berbeda dengan
persaksian naskah[9].
5.
Tahap Penandatanganan
“Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral
untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati
oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian
internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai Negara pihak. Keterikatan
terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification/
accession/ acceptance/approval”.
Namun penandatanganan tidak selalu berarti pemberlakuan perjanjian
internasional. Pemberlakuan tergantung dari klausula pemberlakuan yang telah
disepakati dalam perjanjian internasional. Akibat dari penandatanganan suatu
perjanjian tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian
tersebut. Apabila perjanjian harus diratifikasi, maka penandatangan hanya
berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimanya
serta akan meneruskan kapan pemerintah yang berhak untuk menerimanya atau
bahkan menolak perjanjian tersebut. Secara yuridis, apabila suatu negara yang
telah menandatangani perjanjian tapi belum meratifikasinya, maka negara
tersebut belum merupakan peserta dalam perjanjian. Dalam hal ini negara
tersebut berkewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan
dengan objek dan tujuan perjanjian selama negara tersebut belum meratifikasinya
(Pasal 18 Konvensi Wina 1969). Penandatanganan disini hanya dapat dilakukan
oleh utusan-utusan yang memiliki surat kuasa penuh. Penandatanganan ini bukan
berarti otenfikasi naskah, melainkan persetujuan negara untuk diikat secara
hukum. Menurut Pasal 7 ayat (2) Konvensi Wina 1969, “hanya kepala negara,
kepala pemerintah dan Menteri Luar Negeri yang dapat menandatangani tanpa
memerlukan surat kuasa penuh, sedangkan perwakilan lain wajib memiliki surat
kuasa penuh[10].
Tahapan pembuatan perjanjian internasional juga dapat dilihat dalam skema
dibawah ini.
-
Tentang Pembuatan Perjanjian Internasional
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2000
-
Penjelasan Atas Skema Pembuatan Perjanjian
Internasional
-
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
1.
Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah,
Kementerian/Non Kementerian (Pusat dan menjadi Lembaga Pemrakarsa dalam
suatu pembuatan Perjanjian Internasional;
2.
Pasal 5 (1) UU Perjanjian Internasional
menyatakan bahwa Lembaga Pemrakarsa diharuskan untuk melakukan konsultasi dan
koordinasi dengan Menteri Luar Negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (Ditjen HPI) dan/atau
unit Regional atau Multilateral di Kementerian Luar Negeri;
3.
Mekanisme konsultasi dan koordinasi tersebut
dapat dilakukan melalui:
a. Surat menyurat antara Lembaga
Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lain; dan
b. Rapat
inter Kementerian (interkem) antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian LuarNegeri
dan instansi terkait lainnya.
4.
Surat menyurat dan rapat interkem antara Lembaga
Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lainnya akan
menghasilkan Draft dan/atau Counterdraft Perjanjian
Internasional dan Pedoman Delegasi Republik Indonesia. Pedoman Delegasi
Republik Indonesia dapat berupa hasil-hasil keputusan rapat interkem;
5.
Pembuatan perjanjian internasional dilakukan
melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah dan
penerimaan/pemarafan. Semua tahap tersebut dilakukan dengan memperhatikan
mekanisme konsultasi dan koordinasi (butir 3 a dan b). pada tahapan-tahapan ini
pihak Indonesia dan pihak counterpart menyusun draft dan counterdraft Perjanjian
Internasional;
6.
Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft ini
adalah suatu Draft final Perjanjian Internasional yang, jika diperlukan,
diparaf oleh para pihak sebelum ditanda tangani;
a. Seseorang
yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan tujuan menerima atau menandatangani
naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional
memerlukan Surat Kuasa (Full Powers) (Pasal 7 ayat 1);
Apabila didalam “Rules of Procedrure” dalam suatu perundingan
Multilateral mensyaratkan adanya Surat Kepercayaan (Credentials) (Pasal
7 ayat 3) bagi delegasi yang menghindari perundingan tersebut, maka
Kemernterian/Instansi Pemrakarsa/Delegasi Republik Indonesia mengajukan
permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menerbitkan Surat Kepercayaan
dengan melampirkan nama, jabatan, Instansi dan kedudukan pejabat dalam susunan
Delegasi Republik Indonesia tersebut dalam versi Bahasa Indonesia dan versi
Bahasa Inggris. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa pejabat
tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh Pemerintah Republik Indonesia;
b. Penandatanganan
suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai
pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berasa dalam ruang
lingkup kewenagan suatu lembaga Negara atau lembaga pemerintah, baik Kementerian
maupun Non-Kementerian dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa (Full
Powers) (Pasal 7 ayat 5)
7.
Bila secara substansi (Draft final PI) telah
disepakati kedua pihak dan procedural (Full Powers) dan penggunaan
kertas perjanjian yang disarankan telah selesai, maka Perjanjian Internasional
tersebut siap di tandatangani oleh kedua pihak;
a. Perjanjian
Internasional dapat berlaku setelah penandatanganan, atau setelah pertukaran
Nota Diplomatik atau cara-cara lain yang disepakati para pihak (Pasal 15 ayat
1);
b. Pengesahan
Perjanjian Internasional oleh pemerintah Republik Indonesia dilakukan
sepanjang dipersyaratkan oleh Perjanjian Internasional tersebut (Pasal 9
ayat 1) dan dilakukan dengan Undang-Undang atau Peraturan Presiden (Pasal 9 ayat
2);
Kelengkapan
dokumen untuk Pengesahan Perjanjian Internasional (Pasal 12) adalah:
a. Lembaga
Pemrakarsa menyiapkan Salinan Naskah sebanyak 45 salinan,Terjemahan dalam
Bahasa Indonesia (hanya apabila Perjanjian Internasional tersebut tidak
memiliki versi dalam Bahasa Idonesia), Rancangan UU atau Rancangan Perpres
tentang pengesah dan Naskah Akademis (untuk Perjanjian Internasional yang
diratifikasi oleh UU) atau Naskah Penjelasan (untuk PI yang diratifikasi oleh
Perpres);
b. Lembaga
Pemarakarsa mengkoordinasikan pembahasan Rancangan UU/Perpres dengan instasi
terkait;
c. Pengajuan
proses Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri Luar
Negeri kepada Presiden;
a. Suatu
Perjanjian Internasioanal harus disahkan degan UU bila (Pasal 11 Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 10 UU Perjanjian
Internasional); menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat,
yang terkait beban keuangan Negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukkan
UU. Pengesahan Perjanjian Internasioanal dilakukan melalui UU apabila berkenaan
dengan:
· Politik,
Hankam Negara;
· Perubahan
wilayah atau Penetapan Batas Wilayah;
· Kedaulatan
dan Hak berdaulat;
· HAM
dan Linkungan Hidup;
· Pembentukkan
kaidah hukum baru;
· Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri;
Pemerintah dan DPR dapat membahas RUU pengesahan Perjanjian
Internasioanal tersebut dengan melalui prolegnas maupun Non-Prolegnas (sesuai
dengan pengaturan pada UU Nomor 12 Tahun 2011
b. Pengesahan
Perjanjian Internasioanal yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dilakukan dengan
Perpres (Pasal 11 UU Perjanjian Internasional), antara lain: Perjanjian
dibidang Iptek, Ekonomi, Teknik, Perdagangan, Kebudayaan, Pelayaran Niaga,
Pengindaran Pajak Berganda, Perlindungan Penanaman Modal dan Perjanjian
bersifat teknis (Penjelasan Pasal 11 ayat 1);
11.
Tindak lanjut Pengesahan dengan UU atau Perpres;
Setelah
disahkan, Kementerian Luar Negeri cq. Direktorat Perjanjian Eksosbud akan
melakukan Notifikasi/pemberintahuan kepada pihak counterpart (untuk
perjanjian bilateral) atau menyampaikan Instrument of Ratification/
Accession kepada lembaga deposit (untuk
Perjanjian Multilateral) yang menyatakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia
telah menyelesaikan prosedur bagi berlakunya Perjanjian Internasioanal
tersebut;
12.
Sesuai Pasal 17 UU Perjanjian Internasional,
naskah asli Perjanjian Internsional uang telah ditandatangani Pemerintah
Republik Indonesia harus disimpan di Ruang Penyimpanan Perjanjian Internsional
(TREATY ROOM) melalui Direktorat Perjanjian Ekososbud Kementerian Luar
Negeri. Salinan Naskah Resmi perjanjian akan didaftarkan pada Sekjen PBB sesuai
dengan Pasal 102 Piagam PBB.
C. Perbedaan Antara Konvensi Wina 1969
dengan UU No. 24 Tahun 2000 Perjanjian Internasional
Antara Konvensi Wina 1969 dan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2000 terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari berbagai segi. Berikut adalah perbedaan-perbedaan antara
kedua aturan hukum tersebut.
1.
Dari Segi Ketentuan Yang Tercakup di Dalamnya
Secara Umum
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi wina lebih mengacu pada
ketentuan teknis tentang pelaksanaan perjanjian secara umum yang dilakukan oleh
negara-negara di seluruh dunia. Ketentuan tersebut hanya mengatur secara umum
tentang bagaimana melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam konvensi
wina tersebut, hanya ditentukan bagaimana suatu subjek hukum internasional
melakukan perjanjian namun tidak dijelaskan secara lebih mendetail tentang
bagaimana cara-cara pelaksanaannya. Karena cakupannya yang luas dan mengatur
tentang perjanjian semua negara maka dalam Konvensi Wina tersebut kepada
negara-negara yang akan meratifikasinya diberikan kebebasan untuk mengubah
konvensi tersebut sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
negara tersebut selama pengubahan tersebut tidak bertentangan dengan maksud
awal dari konvensi tersebut.
Dalam undang-Undang No. 24 Tahun 2000
ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalamnya lebih spesifik mengenai bagaimana
cara-cara melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam Undang-Undang No.
24 Tahun 2000 mengatur berbagai hal diantaranya :\
a.
Pembuatan perjanjian internasional
b.
Pengesahan perjanjian internasional
c.
Pemberlakuan perjanjian internasional
d.
Penyimpanan perjanjian internasional
e.
Pengakhiran perjanjian internasional
f.
Serta ketentuan peralihan dan penutup
Semua isi dari ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam 22 Pasal yang
kemudian disetujui dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
Abdurrahman Wahid.
2.
Dari Segi Wakil Negara Yang Melakukan Pengesahan
Perjanjian.
Sesuai dengan aturan yang terdapat dalam konvensi wina pasal 7, seseorang
yang dianggap mewakili negara dalam suatu perjanjian memerlukan surat kuasa
yang dikeluarkan oleh negara yang bersangkutan. Surat kuasa dan surat
kepercayaan tersebut muncul dari praktek negara-negara untuk memberikan kuasa
kepada seseorang sebagai wakil dari negara yang mengeluarkan surat kuasa
tersebut. Surat kuasa (Full Powers) berdasarkan konvensi wina
adalah “A document emanating from the competent authority of a State
designating a person or persons to represent the State for negotiating,
adopting or authenticating the text of a treaty, for expressing the consent of
the State to be bound by a treaty, or for accomplishing any other act with
respect to a treaty.” Dalam konvensi ini tidak dikenal adanya surat
kepercayaan (Credentials) seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No.
24 Tahun 2000.
Sesuai dengan ketentuan pasal 7 Konvensi Wina 1969, terdapat beberapa
orang yang dianggap sebagai wakil dari negara dan tidak memerlukan surat kuasa
(Full Powers) untuk melakukan suatu perjanjian diantaranya adalah :
a.
Heads of State, Heads of
Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of performing all
acts relating to the conclusion of a treaty;
b.
Heads of diplomatic
missions, for the purpose of adopting the text of a treaty between the
accrediting State and the State to which they are accredited;
c.
Representatives
accredited by States to an international conference or to an international
organization or one of its organs, for the purpose of adopting the text of a
treaty in that conference, organization or organ.
Jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 pasal 7
seseoarang yang mewakili pemerintah Republik Indonesia dengan tujuan menerima
atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada
perjanjian internasional, memerlukan surat kuasa. Dalam Undang-Undang ini,
dikenal adanya surat kepercayaan yang digunakan oleh satu atau beberapa orang
yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu perjanjian
internasional memerlukan surat kepercayaan. Surat kuasa (Full Powers)
yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah “surat yang
dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu
atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk
menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan
negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan
hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.”Sedangkan
surat kepercayaan (Credentials) adalah “surat yang
dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu
atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk
menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu
pertemuan internasional.”
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) terdapat 2 pejabat negara
yang tidak memerlukan surat kuasa (Full Powers) dalam melaksanakan suatu
perjanjian diantaranya adalah :
a.
Presiden selaku kepala negara dan kepala
pemerintahan.
b.
Menteri luar negeri.
3.
Penyimpanan Perjanjian Internasional
Dalam Konvensi wina 1969 tidak dijelaskan pihak-pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan penyimpanan teks asli perjanjian, negara-negara yang
melakukan perjanjian hanya diwajibkan untuk melakukan notifikasi dan
meregistrasi salinan naskah resmi perjanjian internasional yang telah dibuat
kepada sekretatiat organisasi internasional. Sedangkan dalam Undang-Undang No.
24 Tahun 2000, dijelaskan secara terinci bahwa Menteri bertanggung jawab secara
penuh untuk menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian internasional yang
telah dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia serta menyusun daftar resmi dan
menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional.
Diantara perbedaan tersebut terdapat beberapa kesamaan diantara keduanya.
Hal itu disebabkan Konvensi Wina 1969 merupakan induk dari semua peraturan
perjanjian internasional yang ada. Di antaranya adalah :
a.
Suatu negara dinyatakan telah melakukan
pengesahan terhadap perjanjian internasional apabila telah melakukan
Ratifikasi, Aksesi, Penerimaan, dan Penyetujuan sesuai dengan pasal 1 huruf b
UU No. 24 Tahun 2000 yang berbunyi “Pengesahan adalah perbuatan hukum
untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk
ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan(acceptance) dan
penyetujuan (approval).” dan pasal 2 huruf b Konvensi Wina 1969 yang
berbunyi ““ratification”, “acceptance”, “approval” and “accession” mean
in each case the international act so named whereby a State establishes on the
international plane its consent to be bound by a treaty.”
b.
Adanya suksesi terhadap suatu negara tidak
mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian selama negara pengganti tetap
menyetujui untuk meneruskan perjanjian tersebut. Ketentuan tentang hal tersebut
terdapat pada pasal 73 Konvensi Wina 1969 yang berbunyi “The provisions
of the present Convention shall not prejudge any question that may arise in
regard to a treaty from a succession of States or from the international
responsibility of a State or from the outbreak of hostilities between States.” dan
pada pasal 20 UU No. 24 tahun 2000 yang berbunyi “Perjanjian
internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi tetap berlaku selama
Negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.”
V.BERLAKU DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL
Mulai berlaku Perjanjian
internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh
negara perunding pada saat peristiwa berikut ini.
a. Jika
tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah
persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b. Bila
persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah
perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada
tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c. Ketentuan-ketentuan
perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatunegara
untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan,
fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu
sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks
perjanjian itu
Berakhirnya Perjanjian Intenasional
Prof. DR.
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar
Hukum Internasionalmengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena
hal-hal berikut ini.
a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian
internasional itu.
b. Masa beraku perjanjian internasional
itu sudah habis.
c. Salah satu pihak peserta perjanjian
menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
d. Adanya persetujuan dari
peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
e. Adanya
perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yangterdahulu.
f. Syarat-syarat
tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah
dipenuhi.
g. Perjanjian secara sepihak
diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
VI.ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
Seperti halnya dalam hubungan Internasional yang
terdapat beberapa asas. Dalam perjanjian Internasional juga terdapat asas- asas
perjanjian Internasional. Berikut ini saya sajikan dan jelaskan asas- asas
perjanjian Internasional :
a) Pacta Sunt Servanda
= Setiap perjanjian yang telah dibuat oleh pihak- pihak yang mengadakan
harus ditaati.
b) Egality Rights
= Pihak yang mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.
c) Reciprocity/ Timbal balik
= Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal (baik
positif maupun negatif).
d) Courtesy
=Asas saling menghormati dan saling menjaga kohormatan negara.
e) Rebus Sic Stantibus
= Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan
yang sesuai dengan perjanjian itu.
Demikian beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian internasional. Dengan
melaksanakan asas- asas di atas, perjanjian internasional yang diadakan akan
berjalan dengan baik.
VII.CONTOH PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Perjanjian yang dilakukan
oleh negara indonesia dengan vietnam dalam jual beli beras. Pada hakekatnya
perjanjian internasional merupakan kesepakatan atau persetujuan dimana subjek
perjanjian internasional adalah segala hal subjek hukum internasional,
khususnya negara dan organisasi internasional, objek dalam perjanjian
internasional adalah segala hal yang menyangkut dengan kepentingan kehidupan
masyarakat internasional yang dapat berupa bentuk tertulis dan tidak
tertulis. Dalam Konfrensi Wina 1969
yang memuat pembahasan tentang perjanjian internasional dimana komisi hukum
internasional memberikan gambaran tentang pengertian perjanjian internasional
adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk
mengadakan akibat-akibat hukum tertentu, dengan demikian perjanjian
internasional mengatur perjanjian antarnegara selaku sebagai subjek hukum internasional
A. HUBUNGAN INTENASIONAL
I. PENGERTIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
J.
¨ Pengertian Hubungan Internasional Secara Umum
Arti hubungan internasional
secara umum adalah kerjasama antar negara, yaitu unit politik yang didefinisikan secara global untuk menyelesaikan berbagai
masalah. Menurut UU No. 37 Tahun 1999, hubungan internasional adalah kegiatan yang
menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di
tingkat pusat dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat,
LSM atau Warga Negara
Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam
segala aspeknya yang di lakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan
nasional negara tersebut.
Hubungan internasional merupakan
suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu
negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan
terhadap negara lain. Dengan adanya hubungan internasional maka suatu negara
dapat memenuhi kebutuhan negara dan warga negaranya yang belum bisa di sediakan
oleh negara tersebut.
Hubungan internasional adalah
hubungan antarnegara atau antarindividu dari negara yang berbeda dalam bidang
tertentu untuk kepentingan kedua belah pihak. Setiap negara tentunya tidak
dapat terlepas dari hubungan internasional. Hal ini karena setiap negara
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga hubungan internasional
melengkapi itu.
Hubungan internasional tidak
hanya terjadi karena ingin bekerjasama. Persahabatan, persengketaan,
permusuhan, ataupun peperangan juga termasuk hubungan internasional. Hubungan
internasional bisa antar individu, antar kelompok, maupun antar negara di
negara yang berbeda. Menurut Sam Suhaedi, hubungan antar internasional juga
terdapat hukum internasional yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat
internasional.
Hubungan internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar
bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan ini bisa berupa interaksi
antarindividu (misalnya turis, mahasiswa, dan pekerja asing); antarkelompok
(misalnya lembaga-lembaga sosial, dan perdagangan); atau hubungan antarnegara
(misalnya negara-negara yang menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, keamanan, atau negara-negara yang membentuk organisasi
internasional seperti Sejarah PBB atau ASEAN). Hubungan Internasional
(hubungan antarbangsa) sendiri terjadi karena dilatarbelakangi oleh kesadaran
bahwa semua negara tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan
akan selalu membutuhkan negara lain.
¨
Pengertian Hubungan Internasional
Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa
pengertian hubungan internasional menurut para ahli:
1.
Menurut J.C. Johari, hubungan internasional merupakan sebuah
studi tentang interaksi yang berlangsung diantara negara-negara berdaulat
disamping itu juga studi tentang pelaku-pelaku non negara (non states actors)
yang perilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas negara.
2.
Menurut Mohtar Mas’oed, hubungan internasional adalah hubungan
yang melibatkan bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga diperlukan
mekanisme yang kompleks dan melibatkan banyak negara.
3.
Menurut Tygve Nathlessen, hubungan internasional adalah bagian
dari ilmu politik, oleh karena itu komponen hubungan internasional sendiri tak
lepas dari politik internasional, organisasi dan administrasi internasional
serta hukum internasional.
4.
Menurut Warsito Sunaryo, hubungan internasional merupakan studi
tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk
studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.
Hubungan internasional dan kerjasama yang dilakukan antar negara dapat terjalin
dengan mulus jika masing-masing pihak dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip berikut,yaitu:
- Hubungan
dan kerjasama internasional hendaknya saling menguntungkan dan tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
- Masing-masing
pihak yang melakukan hubungan internasional tidak mencampuri urusan dalam
negeri negara lain
- Hubungan
internasional ditujukan untuk kepentingan negara dan demi kesejahteraan
rakyat.
- Dilandasi
oleh politik luar negeri yang bebas dan aktif.
- Saling
menjunjung persamaan derajat dan menghargai antarbangsa yang dilandasi
oleh prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
¨ Arti Penting Hubungan Internasional
Hubungan internasional dianggap
penting dalam rangka untuk menumbuhkan saling pengertian antarbangsa,
mempererat hubungan persahabatan dan persaudaraan antarbangsa, saling mencukupi
kebutuhan masing-masing bangsa yang bekerja sama, memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan, dan membina dan menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia.
Suatu negara yang tidak mau mengadakan hubungan internasional dengan negara
lain akan terkucilkan dalam pergaulan dunia. Akibatnya, negara tersebut akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
II.
FAKTOR
PENUNJANG HUBUNGAN INTERNASIONAL
Ada beberapa
faktor pendorong terjadinya hubungan internasional, yaitu sebagai berikut.
(a). Faktor
kodrat Manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan kerjasama
antarsesama.
(b). Faktor
wilayah yang saling berjauhan mengakibatkan timbulnya kerja sama regional dan
internasional.
(c). Faktor pertumbuhan
bangsa dan negara itu sendiri.
(d). Faktor
kepentingan nasional yang tidak selamanya dapat dipenuhi di dalam negeri
sendiri.
(e). Faktor tanggung jawab
sebagai warga dunia untuk mewujudkan kehidupan dunia yang tertib, adil, dan
merata.
III.
POLA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Secara garis besar, pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu pola penjajahan, ketergantungan, serta pola hubungan sama derajat
antarbangsa.
1.
Pola Hubungan Penjajahan
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan kolonialisme.
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan kolonialisme.
2.
Pola Hubungan Ketergantungan
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.
3.
Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
IV. ASAS-ASAS HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada pelaksanaannya, suatu hubungan internasional akan berjalan dengan baik jika negara-negara yang melakukan hubungan selalu berpedoman pada asas-asas yang dipatuhi bersama. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Asas Teritorial
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
2. Asas Kebangsaan
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.
3. AsasKepentinganUmum
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.
V. SARANA-SARANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Suatu hubungan internasional antar negara dapat berlangsung dengan baik jika melalui pedoman-pedoman dan tatacara tertentu yang disepakati bersama baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
1. Diplomasi
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilandiplomatik.
Kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilandiplomatik.
Kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
2.
Negosiasi
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
3.
Lobby
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.
VI. TUJUAN DARI HUBUNGAN INTERNASIONAL ANTARA LAIN :
1.
Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara.
2. Menciptakan saling pengertian antar bangsa
3. Menciptakan keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya
VII.HUBUNGAN INTERNASIONAL DAPAT DI
LAKSANAKAN MELALUI BEBERAPA SARANA, yaitu :
1.Diplomacy
2. Sanksi
3. Perang
4. Obilasasi internasional untuk mempermalukan suatu negara
5. Sanksi ekonomi
2. Sanksi
3. Perang
4. Obilasasi internasional untuk mempermalukan suatu negara
5. Sanksi ekonomi
B.
PERJANJIAN
INTERNASIONAL
I.
PENGERTIAN
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian
Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh
beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi
internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur
hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua
negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh
lebih dari dua negara.
Berikut ini adalah beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
¨ Prof Dr.Mochtar
Kusumaatmadja
Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk
menciptakan akibat-akibat hukum tertentu
¨ Oppenheimer-Lauterpacht
Perjanjian
internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan
kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya
¨ G.
Schwarzenberger
Perjanjian internasional
adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional
¨ Konferensi Wina
((1969))
Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang
bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu
¨ Pasal 38 ayat 1
Piagam Mahkamah Internasional
Perjanjian
internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung
ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersangkutan
Jadi, perjanjian Internasional
adalah perjanjian yang diadakan oleh masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan
mengakibatkan hukum tertentu. Perjanjian internasional sekaligus menjadi subjek
hukum internasional. Perjanjian internasional juga lebih menjamin kepastian
hukum serta mengatur masalah-masalah bersama yang penting. Disebut perjanjian
internasional jika perjanjian diadakan oleh subjek hukum internasional yang
menjadi anggota masyarakat internasional.
Perjanjian internasional (traktat = treaty) adalah
suatu persetujuan (agreement) antara dua negara atau lebih yang dinyatakan
secara formal tentang ketentuan dan syarat-syarat yang menetapkan hak dan kewaj
ibar_ timbal balik masing-masing pihak yang turut serta dalam perjanjian itu.
Perjanjian internasional biasanva dilakukan dengan suatu dokumen tertulis.yang
dilakukan antar subyek hukum internasional. Suatu perjanjian internasional
sangat berarti dalam hukum internasional khususnya dalam hubungan antar negara
baik dalam situasi damai maupun perang..
Pengertian perjanjian internasional menurut definisi Mochtar Kusumaatmadja yang mengatakan pendapatnya
tentang pengertian perjanjian internasional yaitu perjanjian antar bangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat tertentu. Pengertian perjanjian
internasional menurut definisi Oppen-Helmer
Lauterpact yang menyatakan
bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu perjanjian antar negara
yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya.
Pengertian perjanjian internasional menurut definisi G. Schwarzenberger mengatakan
bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
mengikat dalam hukum internasional. Pengertian perjanjian internasional menurut Mahkamah Internasional Pasal 38
Ayat 1 yang berbunyi adalah
perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun secara khusus, yang
dimana mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara
yang bersangkutan. Pengertian perjanjian internasional menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri yang
berbunyi bahwa pengertian perjanjian internasional adalah perjanjian dalam
bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis dengan menimbulkan hak dan
kewajiban dibidang hukum politik. Pengertian perjanjian internasional menurut
definisi oleh Pendapat
Accademy of Sciences of USSR yang
mengatakan bahwa pengertian perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
yang dinyatakan secara formal antara dua atau lebih negara-negara dalam
pemantapan, perubahan dan pembatasan hak-hak kewajiban mereka secara timbal
balik.
Sejak awal abad ke-20, perjanjian internasional
sebagai sumber hukum internasional menjadi semakin.pentingkedudukannya dalam
hukum internasional. Pada saat ini sebagian besar hukum internasional lahir
melalui perjanjian yang dibuat antar negara. Perkembangan ini adalah suatu hal
yang wajar karena hubungan persahabatan ataupun kerja sama akan lebih mempunyai
kekuatan dan kepastian hukum apabila dijalani melalui suatu perjanjian atau
persetujuan. Pentingnya perjanjian internasional dalam hukum internasional
dapat terungkap dalam Piagam Mahkamah Internasional yang menempatkan perjanjian
internasional pada urutan pertama pasal 38 ayat (1) dalam menyelesaikan
konflik. Piagam ini menegaskan bahwa bagi Mahkamah yang tugasnya memberi
keputusan sesuai denganhukum internasional maka setiap perselisihan yang
diajukan padanya akan berlaku:
Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang
bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang
diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
Namun demikian, perjanjian intemasional sebagai
salah satu somber hukum internasional barn dapat berfungsi apabila dihormati
dan ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tanpa adanya
kemauan atau itikad baik dari pihak-pihak yang bersangkutan maka perjanjian
yang dibuat tidaklah berarti. Disinilah pentingnya asas hukum internasional
yang dinamakan pacta sunt servanda, yang berarti bahwa setiap perjanjian atau
persetujuan antar negara harus dihormati. Menurut Anzilotti, seorang sarjana
hukum Italia yang pernah menjabat sebagai hakim Mahkamah Intemasional Permanen,
kekuatan hukum intemasional terletak pada asas yang fundamentil ini.
Pentingnya keberadaan perjanjian internasional
dalam hubungan intemasional menimbulkan banyaknya pemikiran dan gagasan bagi
para penulis dan sarjana hukum internasional. Pada umumnya para penulis
memberikan pembahasan khusus dan merumuskan pengertian perjanjian internasional
sesuai dengan persepsinya masing-masing
II.
ISTILAH DALAM PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Berbagai
istilah dalam perjanjian internasional didasarkan pada tingkat pentingnya
perjanjian internasional tersebut serta keharusan untuk mendapatkan suatu
ratifikasi dari setiap kepala negara yang mengadakan perjanjian. Perjanjian
Internasional memiliki tahapan dalam pembuatannya. Dalam Perjanjian
Internasional dikenal berbagai istilah-istilah yang sering
dugunakan. Istilah-istilah dalam perjanjian internasional adalah sebagai
berikut:
a.
Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan
persetujuan dan dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang
politik dan bidang ekonomi.
b. Konvensi
(convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral
dan tidak berurusandengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy).
Persetujuan ini hams dilegalisasi oleh wakilwakil yang berkuasa penuh
(plaenipotentiones).
c. Protokol (protocol), yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh
kepala negara, mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran
klausal-klausal tertentu.
d. Persetujuan
(agreement), yaitu istilah yang digunakan untuk
transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi traktat
dan konvensi.
e.
Proses verbal, yaitu catatan-catatan atau
ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic atau
catatan-catatan suatu permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
f.
Piagam (statute); yaitu himpunan peraturan yang
ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun
kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup
tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional.
Piagam itu dapat digunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu
konvensi seperti piagam kebebasan transit.
g. Deklarasi
(declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk
traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan
suatu judul dan batang tubuh ketentuan traktat dan sebagai dokumen tidak resmi
apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi sebagai
persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting. h.
Modus vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional
yang bersifat sementara sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang lebih
permanent, terinci dan sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi
i.
Pertukaran nota (exchange notes), yaitu metode
yang tidak resmi tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya pertukaran
nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat
multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut
mereka.
j.
Ketentuan penutup (final act), yaitu ringkasan
hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang
serta Inasalah yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
k.
Ketentuan Umum (general act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi
dan tidak resmi. Misalnya, LBB (Liga Bangsa Bangsa) menggunakan ketentuan umum
mengenai arbritasi untuk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional
tahun 1928.
l.
Charter yaitu istilah yang dapat dipakai dalam perjanjian
internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrant.. Misal
Atlantic Chaner
m.
Pakta (pact) yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan
yang lebih khusus (Pakta Wartawa). Pakta membutuhkan ratifikasi.
n. Covenant
yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa Bangsa)
o. Agreed
minutes,
yaitu risalah yang disepakati
p. Summary
record,
yaitu catatan singkat, ikhtisar.
q. Letter
of intens
yaitu nota kesepakatan.
Pada
umumnya bentuk perjanjian internasional menunjukkan bahwa materi yang diatur
oleh suatu perjanjian mewakili bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya.
Perbedaan istilah tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan
perjanjian sebagaimana tertuang di dalam suatu peijanjian internasional.
Penggunaan suatu bentuk tertentu bagi perjanjian internasional, pada dasar yang
menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak politiknya
bagi para pihak tersebut.
Perjanjian internasional memiliki beberapa jenis-jenis atau macam-macam
perjanjian internasional yang perlu teman-teman ketahui dimana sebelumnya telah
dibahas Pengertian
Perjanjian Internasional. Mengulang
pembahasan secara singkat mengenai pengertian perjanjian internasional secara
umum, dimana ada banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian
internasional, sehingga pembahasan ini kami akan mengulang saja pengertian perjanjian
internasional secara umum sebelum masuk ke macam-macam perjanjian internasional
dan contohnya.Pengertian
Perjanjian Internasional Secara Umum - Secara
umum, Pengertian perjanjian internasional adalah suatu
perjanjian atau kesepakatan yang dibuat berdasarkan hukum internasional dengan
beberapa pihak yang berupa negara atau hukum internasional.
Macam-Macam
Perjanjian Internasional dan Contohnya Secara
umum , ialah macam-macam perjanjian
internasional berdasarkan jumlah peserta, berdasarkan sifat dan fungsinya,
berdasarkan isinya, berdasarkan proses tahapan dan prosesi tahapan
pembentukannya, berdasarkan subjeknya.
Pembahasan macam-macam perjanjian internasional adalah sebagai berikut....
1. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Jumlah Peserta
- Perjanjian Bilateral : Pengertian perjanjian
bilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak subjek hukum
internasional (negara, takhta suci, kelompok pembebasan, dan organisasi
internasional). Contohnya perjanjian bilateral : Perjanjian bilateral di
indonesia dan india di bidang pertahanan dan ekonomi pada tahun 2011,
perjanjian bilateral indonesia dan vietnam dibidang kebudayaan dan hukum
pada tahun 2011.
- Perjanjian Multilateral : Pengertian perjanjian
multilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari dua pihak. Contoh perjanjian
multilateral : Konvensi wina 1969 yang dilakukan oleh dua negara atau lebih untuk
mengadakan akibat-akibat tertentu,
2. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Sifatnya atau
Fungsinya
- Treaty Contract : Pengertian treaty contract
adalah perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang melakukan atau
mengadakan perjanjian. Contohnya perjanjian treaty contract :
- Law Making Treaty : Pengertian law making treaty
adalah perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar ketentuan atau
kaidah hukum internasional. Contohnya perjanjian law
making treaty : Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan bagi korban perang, konvensi
wina (1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi tentang hukum laut tahun
1958.
3. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Isinya
- Politik : Perjanjian internasional dalam segi politik adalah perjanjian yang mengenai
politik. Contohnya : Pakta pertahanan dan perdamaian seperti NATO, ANZUS, dan
SEATO.
- Ekonomi : Perjanjian internasional dalam segi ekonomi adalah perjanjian mengenai
ekonomi. Contohnya : Bantuan perekonomian dan perdagangan
- Hukum : Perjanjian internasional dalam segi hukum adalah perjanjian yang
mengenai hukum. Contohnya : Status kewarganegaraan
- Kesehatan : Perjanjian internasional dalam segi kesehatan adalah perjanjian yang
mengenai kesehatan. Contohnya : Karantina dan penanggulangan pada wabah penyakit.
4. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Prosesi Tahapan
Pembentukannya
- Perjanjian Bersifat Penting : perjanjian bersifat penting
adalah perjanjian yang dibuat dengan melalui proses perundingan,
penandatanganan, dan ratifikasi.
- Perjanjian Bersifat Sederhana : perjanjian bersifat sederhana adalah perjanjian yang dibuat
dengan melalui dua tahap yaitu : perundingan dan penandatanganan.
5. Macam-Macam Perjanjian Internasional Berdasarkan Subjeknya
- Perjanjian antar banyak Negara yang merupakan sumber subjek hukum
internasional.
- Perjanjian antar negara dan subjek hukum lainnya. Contohnya : organisasi internasional
tahta suci (vatikan) dengan organisasi MEE.
- Perjanjian antar sesama subjek hukum internasional selain dari negara
yaitu perjanjian yang dilakukan antar organisasi-organisasi internasional
lainnya. Contohnya : ASIAN dan MEE
III.
PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melakukan tahap-tahap
pembuatan perjanjian. Tahap-tahap tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu
mulai dari perundingan antarnegara yang berkepentingan, penandatanganan MOU,
agreement, atau pun treaty yang mengikat negara-negara yang membuat perjanjian,
mensahkan perjanjian tersebut melalui ratifikasi yang melibatkan dewan
perwakilan atau parlemen. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum
Internasional menyebutkan tiga tahap dalam melakukan perjanjian internasional,
yaitu
1. Perundingan
(Negotiation)
Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh
negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan
perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan
oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga
dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power).
Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat
pada tahap penandatanganan.
2. Penandatanganan
(Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau
menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki
tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwakilan rakyat di
negara-negara yang menandatangani perjanjian.
3. Pengesahan
(Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak
DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan
berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian
tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional
harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau
diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
IV. TAHAPAN PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
Tahapan pembuatan perjanjian internasional, praktiknya di Indonesia yakni
sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, yakni:
1.
Tahap Penjajakan
“Penjajakan : merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenal kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional”[2].
Menurut Malahayati[3]:
“Pada tahap ini para pihak yang ingin membuat perjanjian menjajaki
kemungkinan-kemungkinan untuk dibuatnya perjanjian internasional. Penjajakan
dapat dilakukan melalui inisiatif instansi atau lembaga pemerintahan (Negara)
di Indonesia ataupun inisiatif dari calon mitra. Penjajakan bertujuan untuk
bertukar pikiran tentang berbagai masalah yang akan di tuangkan dalam
perjanjian dimaksud”.
2.
Tahap Perundingan
“Perundingan : merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan
masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional”[4].
Tahap perundingan merupakan suatu upaya yang ditempuh oleh para pihak
untuk mencapai kesepakatan atas materi yang masih belum dapat disetujui dalam
tahap penjajakan. Tahap ini juga berfungsi sebagai wahana memperjelas pemahaman
setiap pihak tentang ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian
internasional.
“Setelah para pihak mendapatkan persetujuan untuk mengadakan perundingan,
maka masing-masing pihak akan menunjuk organ-organ yang berwenang untuk
menghadiri perundingan tersebut. Jika kepala negara yidak dapat menghadiri
perundingan, maka akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri, atau wakil
diplomatiknya, dan apabila tidak maka akan ditunjuk wakil-wakil berkuasa penuh
yang mendapat surat kuasa untuk mengadakan perundingan menandatangani atau
menyetujui teks perjanjian dalam konteks tersebut (Pasal 7 ayat (1) dan (2)
Konvensi Wina 1969). Pada tahap perundingan ini beberapa draft atau rancangan
perjanjian ditawarkan dan dibahas, sehingga muncul usul, amandemen, pro maupun
kontra”[5].
3.
Tahap Perumusan Naskah
“Perumusan naskah : merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian
internasional”[6].
“Rumusan naskah adalah hasil kesepakatan dalam perundingan oleh para
pihak atas materi perjanjian internasional. Pada tahap ini diberikan tanda
paraf terhadap materi yang telah disetujui, dan dihasilkan juga Agreed
Minutes, atau Minutes of Meeting, atauRecords of
Discussion, atau Summary Records yang berisi hal-hal
yang sudah disepakati, belum disepakati, serta agenda perundingan berikutnya.
Apabila suatu perjanjian merupakan perjanjian bilateral dari dua negara yang
mempunyai bahasa yang sama, hal ini tidak akan menimbulkan kesulitan.
Masing-masing pihak pada perjanjian tersebut membuat naskah atas kertasnya
sendiri dengan mendahulukan nama negaranya setiap nama negara para pihak
muncul. Begitu juga dengan letak tanda tangan, disebelah kiri ataupun dibagian
atas secara berurutan. Sebuah naskah perjanjian juga biasanya terdiri dari
unsur-unsur formil yaitu mukaddimah, batang tubuh, klausula penutup, dan annex”[7].
4.
Tahap Penerimaan
“Penerimaan : merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan
dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas
naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya
dilakukan dengan membubuhkan paraf pada naskah perjanjian internasional oleh
ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan
(acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu
negara pihak atas perubahan perjanjian internasional”[8].
Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) dalam
suatu perjanjian bilateral ataupun multilateral dengan anggota yang masih
terbatas, akan lebih mudah dilakukan dengan suara bulat Kesaksian naskah
perjanjian (authentification of the text) adalah suatu perbuatan
dalam proses pembuatan perjanjian yang mengakhiri secara pasti naskah yang
telah dibuat. Bila suatu naskah sudah disahkan, maka ini tidak boleh diubah
lagi. Menurut Pasal 10 Konvensi Wina, pengesahan naskah suatu perjanjian
dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam perjanjian naskah itu sendiri,
atau sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak. Dapat juga dilakukan dengan
membubuhi tanda tangan atau paraf dibawah naskah perjanjian atau tanda tangan
dalam suatu final act. Penerimaan naskah berbeda dengan
persaksian naskah[9].
5.
Tahap Penandatanganan
“Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral
untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati
oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian
internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai Negara pihak. Keterikatan
terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification/
accession/ acceptance/approval”.
Namun penandatanganan tidak selalu berarti pemberlakuan perjanjian
internasional. Pemberlakuan tergantung dari klausula pemberlakuan yang telah
disepakati dalam perjanjian internasional. Akibat dari penandatanganan suatu
perjanjian tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian
tersebut. Apabila perjanjian harus diratifikasi, maka penandatangan hanya
berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimanya
serta akan meneruskan kapan pemerintah yang berhak untuk menerimanya atau
bahkan menolak perjanjian tersebut. Secara yuridis, apabila suatu negara yang
telah menandatangani perjanjian tapi belum meratifikasinya, maka negara
tersebut belum merupakan peserta dalam perjanjian. Dalam hal ini negara
tersebut berkewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan
dengan objek dan tujuan perjanjian selama negara tersebut belum meratifikasinya
(Pasal 18 Konvensi Wina 1969). Penandatanganan disini hanya dapat dilakukan
oleh utusan-utusan yang memiliki surat kuasa penuh. Penandatanganan ini bukan
berarti otenfikasi naskah, melainkan persetujuan negara untuk diikat secara
hukum. Menurut Pasal 7 ayat (2) Konvensi Wina 1969, “hanya kepala negara,
kepala pemerintah dan Menteri Luar Negeri yang dapat menandatangani tanpa
memerlukan surat kuasa penuh, sedangkan perwakilan lain wajib memiliki surat
kuasa penuh[10].
Tahapan pembuatan perjanjian internasional juga dapat dilihat dalam skema
dibawah ini.
-
Tentang Pembuatan Perjanjian Internasional
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2000
-
Penjelasan Atas Skema Pembuatan Perjanjian
Internasional
-
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
1.
Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah,
Kementerian/Non Kementerian (Pusat dan menjadi Lembaga Pemrakarsa dalam
suatu pembuatan Perjanjian Internasional;
2.
Pasal 5 (1) UU Perjanjian Internasional
menyatakan bahwa Lembaga Pemrakarsa diharuskan untuk melakukan konsultasi dan
koordinasi dengan Menteri Luar Negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (Ditjen HPI) dan/atau
unit Regional atau Multilateral di Kementerian Luar Negeri;
3.
Mekanisme konsultasi dan koordinasi tersebut
dapat dilakukan melalui:
a. Surat menyurat antara Lembaga
Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lain; dan
b. Rapat
inter Kementerian (interkem) antara Lembaga Pemrakarsa, Kementerian LuarNegeri
dan instansi terkait lainnya.
4.
Surat menyurat dan rapat interkem antara Lembaga
Pemrakarsa, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lainnya akan
menghasilkan Draft dan/atau Counterdraft Perjanjian
Internasional dan Pedoman Delegasi Republik Indonesia. Pedoman Delegasi
Republik Indonesia dapat berupa hasil-hasil keputusan rapat interkem;
5.
Pembuatan perjanjian internasional dilakukan
melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah dan
penerimaan/pemarafan. Semua tahap tersebut dilakukan dengan memperhatikan
mekanisme konsultasi dan koordinasi (butir 3 a dan b). pada tahapan-tahapan ini
pihak Indonesia dan pihak counterpart menyusun draft dan counterdraft Perjanjian
Internasional;
6.
Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft ini
adalah suatu Draft final Perjanjian Internasional yang, jika diperlukan,
diparaf oleh para pihak sebelum ditanda tangani;
a. Seseorang
yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan tujuan menerima atau menandatangani
naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional
memerlukan Surat Kuasa (Full Powers) (Pasal 7 ayat 1);
Apabila didalam “Rules of Procedrure” dalam suatu perundingan
Multilateral mensyaratkan adanya Surat Kepercayaan (Credentials) (Pasal
7 ayat 3) bagi delegasi yang menghindari perundingan tersebut, maka
Kemernterian/Instansi Pemrakarsa/Delegasi Republik Indonesia mengajukan
permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menerbitkan Surat Kepercayaan
dengan melampirkan nama, jabatan, Instansi dan kedudukan pejabat dalam susunan
Delegasi Republik Indonesia tersebut dalam versi Bahasa Indonesia dan versi
Bahasa Inggris. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa pejabat
tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh Pemerintah Republik Indonesia;
b. Penandatanganan
suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai
pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berasa dalam ruang
lingkup kewenagan suatu lembaga Negara atau lembaga pemerintah, baik Kementerian
maupun Non-Kementerian dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa (Full
Powers) (Pasal 7 ayat 5)
7.
Bila secara substansi (Draft final PI) telah
disepakati kedua pihak dan procedural (Full Powers) dan penggunaan
kertas perjanjian yang disarankan telah selesai, maka Perjanjian Internasional
tersebut siap di tandatangani oleh kedua pihak;
a. Perjanjian
Internasional dapat berlaku setelah penandatanganan, atau setelah pertukaran
Nota Diplomatik atau cara-cara lain yang disepakati para pihak (Pasal 15 ayat
1);
b. Pengesahan
Perjanjian Internasional oleh pemerintah Republik Indonesia dilakukan
sepanjang dipersyaratkan oleh Perjanjian Internasional tersebut (Pasal 9
ayat 1) dan dilakukan dengan Undang-Undang atau Peraturan Presiden (Pasal 9 ayat
2);
Kelengkapan
dokumen untuk Pengesahan Perjanjian Internasional (Pasal 12) adalah:
a. Lembaga
Pemrakarsa menyiapkan Salinan Naskah sebanyak 45 salinan,Terjemahan dalam
Bahasa Indonesia (hanya apabila Perjanjian Internasional tersebut tidak
memiliki versi dalam Bahasa Idonesia), Rancangan UU atau Rancangan Perpres
tentang pengesah dan Naskah Akademis (untuk Perjanjian Internasional yang
diratifikasi oleh UU) atau Naskah Penjelasan (untuk PI yang diratifikasi oleh
Perpres);
b. Lembaga
Pemarakarsa mengkoordinasikan pembahasan Rancangan UU/Perpres dengan instasi
terkait;
c. Pengajuan
proses Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri Luar
Negeri kepada Presiden;
a. Suatu
Perjanjian Internasioanal harus disahkan degan UU bila (Pasal 11 Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 10 UU Perjanjian
Internasional); menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat,
yang terkait beban keuangan Negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukkan
UU. Pengesahan Perjanjian Internasioanal dilakukan melalui UU apabila berkenaan
dengan:
· Politik,
Hankam Negara;
· Perubahan
wilayah atau Penetapan Batas Wilayah;
· Kedaulatan
dan Hak berdaulat;
· HAM
dan Linkungan Hidup;
· Pembentukkan
kaidah hukum baru;
· Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri;
Pemerintah dan DPR dapat membahas RUU pengesahan Perjanjian
Internasioanal tersebut dengan melalui prolegnas maupun Non-Prolegnas (sesuai
dengan pengaturan pada UU Nomor 12 Tahun 2011
b. Pengesahan
Perjanjian Internasioanal yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dilakukan dengan
Perpres (Pasal 11 UU Perjanjian Internasional), antara lain: Perjanjian
dibidang Iptek, Ekonomi, Teknik, Perdagangan, Kebudayaan, Pelayaran Niaga,
Pengindaran Pajak Berganda, Perlindungan Penanaman Modal dan Perjanjian
bersifat teknis (Penjelasan Pasal 11 ayat 1);
11.
Tindak lanjut Pengesahan dengan UU atau Perpres;
Setelah
disahkan, Kementerian Luar Negeri cq. Direktorat Perjanjian Eksosbud akan
melakukan Notifikasi/pemberintahuan kepada pihak counterpart (untuk
perjanjian bilateral) atau menyampaikan Instrument of Ratification/
Accession kepada lembaga deposit (untuk
Perjanjian Multilateral) yang menyatakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia
telah menyelesaikan prosedur bagi berlakunya Perjanjian Internasioanal
tersebut;
12.
Sesuai Pasal 17 UU Perjanjian Internasional,
naskah asli Perjanjian Internsional uang telah ditandatangani Pemerintah
Republik Indonesia harus disimpan di Ruang Penyimpanan Perjanjian Internsional
(TREATY ROOM) melalui Direktorat Perjanjian Ekososbud Kementerian Luar
Negeri. Salinan Naskah Resmi perjanjian akan didaftarkan pada Sekjen PBB sesuai
dengan Pasal 102 Piagam PBB.
C. Perbedaan Antara Konvensi Wina 1969
dengan UU No. 24 Tahun 2000 Perjanjian Internasional
Antara Konvensi Wina 1969 dan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2000 terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari berbagai segi. Berikut adalah perbedaan-perbedaan antara
kedua aturan hukum tersebut.
1.
Dari Segi Ketentuan Yang Tercakup di Dalamnya
Secara Umum
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi wina lebih mengacu pada
ketentuan teknis tentang pelaksanaan perjanjian secara umum yang dilakukan oleh
negara-negara di seluruh dunia. Ketentuan tersebut hanya mengatur secara umum
tentang bagaimana melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam konvensi
wina tersebut, hanya ditentukan bagaimana suatu subjek hukum internasional
melakukan perjanjian namun tidak dijelaskan secara lebih mendetail tentang
bagaimana cara-cara pelaksanaannya. Karena cakupannya yang luas dan mengatur
tentang perjanjian semua negara maka dalam Konvensi Wina tersebut kepada
negara-negara yang akan meratifikasinya diberikan kebebasan untuk mengubah
konvensi tersebut sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
negara tersebut selama pengubahan tersebut tidak bertentangan dengan maksud
awal dari konvensi tersebut.
Dalam undang-Undang No. 24 Tahun 2000
ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalamnya lebih spesifik mengenai bagaimana
cara-cara melaksanakan suatu perjanjian internasional. Dalam Undang-Undang No.
24 Tahun 2000 mengatur berbagai hal diantaranya :\
a.
Pembuatan perjanjian internasional
b.
Pengesahan perjanjian internasional
c.
Pemberlakuan perjanjian internasional
d.
Penyimpanan perjanjian internasional
e.
Pengakhiran perjanjian internasional
f.
Serta ketentuan peralihan dan penutup
Semua isi dari ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam 22 Pasal yang
kemudian disetujui dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
Abdurrahman Wahid.
2.
Dari Segi Wakil Negara Yang Melakukan Pengesahan
Perjanjian.
Sesuai dengan aturan yang terdapat dalam konvensi wina pasal 7, seseorang
yang dianggap mewakili negara dalam suatu perjanjian memerlukan surat kuasa
yang dikeluarkan oleh negara yang bersangkutan. Surat kuasa dan surat
kepercayaan tersebut muncul dari praktek negara-negara untuk memberikan kuasa
kepada seseorang sebagai wakil dari negara yang mengeluarkan surat kuasa
tersebut. Surat kuasa (Full Powers) berdasarkan konvensi wina
adalah “A document emanating from the competent authority of a State
designating a person or persons to represent the State for negotiating,
adopting or authenticating the text of a treaty, for expressing the consent of
the State to be bound by a treaty, or for accomplishing any other act with
respect to a treaty.” Dalam konvensi ini tidak dikenal adanya surat
kepercayaan (Credentials) seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No.
24 Tahun 2000.
Sesuai dengan ketentuan pasal 7 Konvensi Wina 1969, terdapat beberapa
orang yang dianggap sebagai wakil dari negara dan tidak memerlukan surat kuasa
(Full Powers) untuk melakukan suatu perjanjian diantaranya adalah :
a.
Heads of State, Heads of
Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of performing all
acts relating to the conclusion of a treaty;
b.
Heads of diplomatic
missions, for the purpose of adopting the text of a treaty between the
accrediting State and the State to which they are accredited;
c.
Representatives
accredited by States to an international conference or to an international
organization or one of its organs, for the purpose of adopting the text of a
treaty in that conference, organization or organ.
Jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 pasal 7
seseoarang yang mewakili pemerintah Republik Indonesia dengan tujuan menerima
atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada
perjanjian internasional, memerlukan surat kuasa. Dalam Undang-Undang ini,
dikenal adanya surat kepercayaan yang digunakan oleh satu atau beberapa orang
yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu perjanjian
internasional memerlukan surat kepercayaan. Surat kuasa (Full Powers)
yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah “surat yang
dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu
atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk
menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan
negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan
hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.”Sedangkan
surat kepercayaan (Credentials) adalah “surat yang
dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu
atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk
menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu
pertemuan internasional.”
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) terdapat 2 pejabat negara
yang tidak memerlukan surat kuasa (Full Powers) dalam melaksanakan suatu
perjanjian diantaranya adalah :
a.
Presiden selaku kepala negara dan kepala
pemerintahan.
b.
Menteri luar negeri.
3.
Penyimpanan Perjanjian Internasional
Dalam Konvensi wina 1969 tidak dijelaskan pihak-pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan penyimpanan teks asli perjanjian, negara-negara yang
melakukan perjanjian hanya diwajibkan untuk melakukan notifikasi dan
meregistrasi salinan naskah resmi perjanjian internasional yang telah dibuat
kepada sekretatiat organisasi internasional. Sedangkan dalam Undang-Undang No.
24 Tahun 2000, dijelaskan secara terinci bahwa Menteri bertanggung jawab secara
penuh untuk menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian internasional yang
telah dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia serta menyusun daftar resmi dan
menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional.
Diantara perbedaan tersebut terdapat beberapa kesamaan diantara keduanya.
Hal itu disebabkan Konvensi Wina 1969 merupakan induk dari semua peraturan
perjanjian internasional yang ada. Di antaranya adalah :
a.
Suatu negara dinyatakan telah melakukan
pengesahan terhadap perjanjian internasional apabila telah melakukan
Ratifikasi, Aksesi, Penerimaan, dan Penyetujuan sesuai dengan pasal 1 huruf b
UU No. 24 Tahun 2000 yang berbunyi “Pengesahan adalah perbuatan hukum
untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk
ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan(acceptance) dan
penyetujuan (approval).” dan pasal 2 huruf b Konvensi Wina 1969 yang
berbunyi ““ratification”, “acceptance”, “approval” and “accession” mean
in each case the international act so named whereby a State establishes on the
international plane its consent to be bound by a treaty.”
b.
Adanya suksesi terhadap suatu negara tidak
mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian selama negara pengganti tetap
menyetujui untuk meneruskan perjanjian tersebut. Ketentuan tentang hal tersebut
terdapat pada pasal 73 Konvensi Wina 1969 yang berbunyi “The provisions
of the present Convention shall not prejudge any question that may arise in
regard to a treaty from a succession of States or from the international
responsibility of a State or from the outbreak of hostilities between States.” dan
pada pasal 20 UU No. 24 tahun 2000 yang berbunyi “Perjanjian
internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi tetap berlaku selama
Negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.”
V.BERLAKU DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL
Mulai berlaku Perjanjian
internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh
negara perunding pada saat peristiwa berikut ini.
a. Jika
tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah
persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b. Bila
persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah
perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada
tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c. Ketentuan-ketentuan
perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatunegara
untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan,
fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu
sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks
perjanjian itu
Berakhirnya Perjanjian Intenasional
Prof. DR.
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar
Hukum Internasionalmengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena
hal-hal berikut ini.
a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian
internasional itu.
b. Masa beraku perjanjian internasional
itu sudah habis.
c. Salah satu pihak peserta perjanjian
menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
d. Adanya persetujuan dari
peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
e. Adanya
perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yangterdahulu.
f. Syarat-syarat
tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah
dipenuhi.
g. Perjanjian secara sepihak
diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
VI.ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
Seperti halnya dalam hubungan Internasional yang
terdapat beberapa asas. Dalam perjanjian Internasional juga terdapat asas- asas
perjanjian Internasional. Berikut ini saya sajikan dan jelaskan asas- asas
perjanjian Internasional :
a) Pacta Sunt Servanda
= Setiap perjanjian yang telah dibuat oleh pihak- pihak yang mengadakan
harus ditaati.
b) Egality Rights
= Pihak yang mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.
c) Reciprocity/ Timbal balik
= Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal (baik
positif maupun negatif).
d) Courtesy
=Asas saling menghormati dan saling menjaga kohormatan negara.
e) Rebus Sic Stantibus
= Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan
yang sesuai dengan perjanjian itu.
Demikian beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian internasional. Dengan
melaksanakan asas- asas di atas, perjanjian internasional yang diadakan akan
berjalan dengan baik.
VII.CONTOH PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Perjanjian yang dilakukan
oleh negara indonesia dengan vietnam dalam jual beli beras. Pada hakekatnya
perjanjian internasional merupakan kesepakatan atau persetujuan dimana subjek
perjanjian internasional adalah segala hal subjek hukum internasional,
khususnya negara dan organisasi internasional, objek dalam perjanjian
internasional adalah segala hal yang menyangkut dengan kepentingan kehidupan
masyarakat internasional yang dapat berupa bentuk tertulis dan tidak
tertulis. Dalam Konfrensi Wina 1969
yang memuat pembahasan tentang perjanjian internasional dimana komisi hukum
internasional memberikan gambaran tentang pengertian perjanjian internasional
adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk
mengadakan akibat-akibat hukum tertentu, dengan demikian perjanjian
internasional mengatur perjanjian antarnegara selaku sebagai subjek hukum internasional
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perjanjian internasional dalam hukum intemasional di era negara modem
menempati kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum. Sumber
hukum yang berlaku pada masa lalu seperti hukum kodrat dan pendapat para penulis
telah tergeser oleh perjanjian internasional. Mengingat pentingnya perjanjian
internasional sebagai sumber hukum internasional pada abad ini maka berikut ini
akan diuraikan perjanjian internasional dilihat drai pengetian, penggolongan,
cara pembuatan, dan isi serta ratifikasi di Indonesia.
Hubungan internasional dianggap penting dalam rangka untuk menumbuhkan
saling pengertian antarbangsa, mempererat hubungan persahabatan dan
persaudaraan antarbangsa, saling mencukupi kebutuhan masing-masing bangsa yang
bekerja sama, memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan, dan membina dan
menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia. Suatu negara yang tidak mau
mengadakan hubungan internasional dengan negara lain akan terkucilkan dalam
pergaulan dunia.
Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh
beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi
internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur
hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua
negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh
lebih dari dua negara.
Hubungan
internasional merupakan bentuk interaksi antara atau anggota masyarakat satu
negara dan aktor atau anggota masyarakat negara lain.terjadinya hubungan
internasional suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan
bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional.dengan
demikian , setiap negara tidak dapat menutup diri terhadap dunia luar dan harus
mengadakan hubungan internasional.
Hubungan
internasional pada dasarnya adalah “hubungan hukum “ . halini berarti
terjalinnya hubungan internasional akan menimbulkan akibat hukum yaitu lahirnya
hak dan kewajiban antar subjek hukum (negara / bukan negara) yang saling
berhubungan . hubungan inretnasional biasanya diawali dengan perjanjian
pembukaan hubungan defacto tetap (konsuler) sampai pada akhirnya berupa de jure
penuh (perwakilan diplomatik) yang bersifat bilateral
DAFTAR PUSTAKA
·
Beaulac, Stéphane. “The
Westphalian Model in defining International Law: Challenging the Myth”, Australian Journal of Legal History Vol. 9 (2004).
·
Black, Jeremy. A History of Diplomacy (2010)
·
Kennedy, Paul. The
Rise and Fall of the Great Powers Economic Change and Military Conflict From
1500-2000 (1987),
stress on economic and military factors
·
Kissinger, Henry. Diplomacy (1995), not a memoir but an
interpretive history of international diplomacy since the late 18th century
·
Krasner, Stephen D.: “Westphalia and All
That” in Judith Goldstein & Robert Keohane (eds): Ideas and Foreign Policy (Ithaca, NY: Cornell UP, 1993),
pp. 235–264
·
New Cambridge Modern History (13 vol
1957-79), thorough coverage from 1500 to 1900
·
Pella, John & Erik Ringmar, History of International Relations
Open Textbook Project, Cambridge: Open Book, forthcoming.
·
Schroeder, Paul W. The Transformation of European
Politics 1763-1848 (Oxford
History of Modern Europe) (1994) 920pp; history and analysis of major diplomacy
·
Taylor, A.J.P. The Struggle for Mastery in Europe
1848–1918 (1954) (Oxford
History of Modern Europe) 638pp; history and analysis of major diplomacy
·
https://introvertboyz.wordpress.com/2013/02/16/hubungan-internasional-dan-perjanjian-internasional/
·
Malahayati, 2012, Pengantar Hukum
Perjannjian Internasional, Biena Edukasi,
Lokseumawe.
Konvensi Wina
Tahun 1969 Tentang Perjanjian Internasional.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasioanal.
http://asdarkadir.blogspot.com/2012/01/perbedaan-antara-konvensi-wina-1969.html.
·
REFERENSI BUKU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI
SEMESTER II INTAN PARIWARA
DAFTAR PUSTAKA
http://gndevinanl.blogspot.co.id/2018/02/hubungan-intenasional-dan-perjanjian.html
http://gndevinanl.blogspot.co.id/2018/02/hubungan-intenasional-dan-perjanjian.html
·
Beaulac, Stéphane. “The
Westphalian Model in defining International Law: Challenging the Myth”, Australian Journal of Legal History Vol. 9 (2004).
·
Black, Jeremy. A History of Diplomacy (2010)
·
Kennedy, Paul. The
Rise and Fall of the Great Powers Economic Change and Military Conflict From
1500-2000 (1987),
stress on economic and military factors
·
Kissinger, Henry. Diplomacy (1995), not a memoir but an
interpretive history of international diplomacy since the late 18th century
·
Krasner, Stephen D.: “Westphalia and All
That” in Judith Goldstein & Robert Keohane (eds): Ideas and Foreign Policy (Ithaca, NY: Cornell UP, 1993),
pp. 235–264
·
New Cambridge Modern History (13 vol
1957-79), thorough coverage from 1500 to 1900
·
Pella, John & Erik Ringmar, History of International Relations
Open Textbook Project, Cambridge: Open Book, forthcoming.
·
Schroeder, Paul W. The Transformation of European
Politics 1763-1848 (Oxford
History of Modern Europe) (1994) 920pp; history and analysis of major diplomacy
·
Taylor, A.J.P. The Struggle for Mastery in Europe
1848–1918 (1954) (Oxford
History of Modern Europe) 638pp; history and analysis of major diplomacy
·
https://introvertboyz.wordpress.com/2013/02/16/hubungan-internasional-dan-perjanjian-internasional/
·
Malahayati, 2012, Pengantar Hukum
Perjannjian Internasional, Biena Edukasi,
Lokseumawe.
Konvensi Wina
Tahun 1969 Tentang Perjanjian Internasional.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasioanal.
http://asdarkadir.blogspot.com/2012/01/perbedaan-antara-konvensi-wina-1969.html.
·
REFERENSI BUKU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI
SEMESTER II INTAN PARIWARA
Terima kasih sudah berkunjung semoga bermanfaat dan Insya Allah Berkah ...
~saran & komentar sangat membantu....
~saran & komentar sangat membantu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar